Jakarta, VIVA - Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma mendesak Pemerintah Indonesia agar mempercepat pelaksanaan revisi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Karena menurut dia, hal tersebut tujuannya untuk meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 102 Tahun 1952 yang mengatur soal penerapan sembilan standar minimal jaminan sosial bagi masyarakat.
“Konstitusi mengamanatkan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia bermartabat," kata Filep dilansir Antara pada Senin, 21 April 2025.
Anggota DPD RI asal Papua Barat Filep Wamafma
Kata dia, saat ini pemerintah sudah menyelenggarakan tujuh dari sembilan program standar minimal jaminan sosial yang diamanatkan dalam Konvensi ILO sehingga UU SJSN perlu dilakukan revisi.
Adapun, lanjut dia, tujuh program yang dimaksud yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kehilangan Pekerjaan, dan jaminan layanan medis.
"Yang belum dijamin dalam UU SJSN adalah jaminan persalinan dan jaminan sakit. Ini juga menjadi perhatian Komite III DPD RI,” jelas Senator asal Papua ini.
Menurut dia, jaminan persalinan kerap disebut sudah diatur tersendiri. Namun, kata Filep, hal itu bukan dalam rangka jaminan sosial nasional, melainkan masuk dalam ruang lingkup UU Ketenagakerjaan.
Oleh sebab itu, Filep mengatakan kebutuhan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1959 atau memperbaiki regulasi SJSN merupakan wujud komitmen pemerintah melaksanakan kerangka kerja internasional.
Bahkan, Filep berharap saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025, menjadi kabar baik bagi para pekerja di Indonesia, terutama mendapatkan jaminan sosial secara maksimal.
"Komite III terus mendorong pemerintah untuk meningkatkan perlindungan sosial dan memberikan kepastian hukum bagi semua warga negara,” tegas dia.
Perlu diketahui, kurang lebih ada 18 Konvensi ILO dan 8 Konvensi inti ILO (Core ILO Convention) yang membahas hak-hak dasar pekerja dan telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.
Adapun, 8 Konvensi Inti ILO antara lain Konvensi ILO No.29 tentang Penghapusan Kerja Paksa. Kedua, Konvensi ILO No.87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi.
Ketiga, Konvensi ILO No.98 tentang Hak Berorganisasi dan Melakukan Perundingan Bersama. Keempat, Konvensi ILO No.100 tentang Pemberian Upah Yang Sama Bagi Para Pekerja Pria dan Wanita.
Kelima, Konvensi ILO No.105 tentang Penghapusan Semua Bentuk Kerja Paksa. Keenam, Konvensi ILO No.111 tentang Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan. Ketujuh, Konvensi ILO No.138 tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja.
Kedelapan, Konvensi ILO No.182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.(Ant)
Halaman Selanjutnya
Bahkan, Filep berharap saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025, menjadi kabar baik bagi para pekerja di Indonesia, terutama mendapatkan jaminan sosial secara maksimal.