Elite PDIP Kritik Kinerja Kementerian HAM dalam Kasus Sirkus OCI: Apa yang Sudah Dilakukan?

3 hours ago 1

Selasa, 29 April 2025 - 20:20 WIB

Jakarta, VIVA - Kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Oriental Circus Indonesia (OCI) terhadap sejumlah mantan pekerjanya jadi sorotan DPR RI. Namun, yang jadi perhatian DPR terutama Komisi XIII adalah kinerja Kementerian HAM dalam kasus ini.

Anggota Komisi XIII DPR Marinus Gea mengkritisi kinerja Kementerian HAM dalam menangani kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan OCI terhadap sejumlah eks pekerjanya. Menurut dia, seharusnya Kementerian HAM dapat melindungi hak-hak para korban.

Dia menyindir, Kementerian HAM terlalu lamban menyikapi persoalan ini. Padahal, DPR melalui Komisi III dan Komisi XIII sudah menerima keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Hal itu setelah hebohnya saat korban mengadukan kasusnya ke Wakil Menteri HAM Mugiyanto, pada pertengahan April lalu. 

“Inilah yang terjadi di OCI kemarin. Kita sudah mulai mengungkap fakta bahwa ada pelanggaran HAM. Tapi Kementerian HAM, apa tindakannya? Apa yang sudah dilakukan?” kata Marinus, Selasa, 29 April 2025. 

Korban Para Pemain Sirkus OCI saat RDPU dengan Komisi III DPR RI

Photo :

  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Marinus mengingatkan penting agar Kementerian HAM membangun jalur komunikasi langsung dengan masyarakat. Harapannya agar fungsi kementerian yang dinahkodai Natalius Pigai itu benar-benar dirasakan rakyat .

Marinus menyampaikan itu dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Sekjen Kementerian HAM Novita Ilmaris di Gedung DPR RI, Senin kemarin. 

“Perlu ada sosialisasi. Masyarakat harus tahu ke mana mereka melapor, bagaimana mereka bisa mendapatkan perlindungan,” ujar legislator dari Dapil Banten III itu.

Marinus pun menyinggung soal tingginya popularitas kementerian HAM saat ini. Namun menurut dia, kepopuleran Kementerian HAM malah belum dibarengi dengan pemahaman masyarakat terhadap manfaat konkret yang diberikan.

“Kementerian HAM ini populer karena figurnya. Tapi masyarakat belum paham, perlindungan HAM apa yang sebenarnya bisa mereka dapatkan,” ujar Marinus.

Kemudian, ia juga menyoroti laporan penggunaan anggaran Kementerian HAM Tahun Anggaran 2025. Ia bilang, dari pagu Rp113 miliar, baru Rp51 miliar yang terealisasi.

Marinus ingin Kementerian HAM bisa menjelaskan anggaran senilai Rp 51 miliar terpakai untuk apa saja. Ia mengingatkan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan harus bermanfaat untuk masyarakat. 

"Apakah realisasi Rp51 miliar ini hanya untuk kegiatan rutin, atau ada program-program nyata yang berjalan? Ini harus jelas,” tuturnya.

"Penggunaan anggaran harus bisa dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat. Jangan hanya jadi angka di atas kertas,” ujar Marinus.

Kasus sirkus OCI mencuat setelah adanya sejumlah eks pemain yang menguak kisah kelam selama puluhan tahun jadi pemain sirkus. Menurut pengakuannya, mereka beratraksi di berbagai tempat, termasuk di Taman Safari Indonesia.

Cerita kelam itu disampaikan para pekerja di hadapan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto di kantornya pada Selasa, 15 April 2025. Mereka curhat pengalaman pahitnya selama bertahun-tahun mulai dari kekerasan fisik, eksploitasi, hingga perlakuan tidak manusiawi.

Salah seorang pemain sirkus, Butet bercerita bahwa ia sering mendapatkan perlakuan kasar selama berlatih dan menjadi pemain sirkus. Bahkan menurut dia, dirinya sempat dipisahkan oleh anaknya bernama Fifi yang belakangan diketahuinya juga merupakan bagian dalam kelompok sirkus ini.

Adapun setidaknya ada empat fakta yang diungkap Komnas HAM terkait dugaan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus di OCI sejak 1997. Rekomendasi itu dikeluarkan pada 1 April 1997. Namun, pihak OCI tak pernah menindaklanjuti. 

Pertama, pelanggaran terhadap hak anak untuk tahu dari mana asal usul identitasnya maupun hubungan keluarganya. Kedua, pelanggaran terhadap hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomi. 

Ketiga, pelanggaran hak anak untuk mendapatkan pendidikan layak. Lalu, keempat, pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapat perlindungan dan jaminan sosial sesuai hukum yang berlaku. 
 

Halaman Selanjutnya

“Perlu ada sosialisasi. Masyarakat harus tahu ke mana mereka melapor, bagaimana mereka bisa mendapatkan perlindungan,” ujar legislator dari Dapil Banten III itu.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |