Jakarta, VIVA – Sebuah Rumah Sakit tengah menjadi sorotan usai diduga melakukan kelalaian medis yang menyebabkan kerugian bagi pasien bernama Gladys Enjelika Mokodompis. Kasus ini mencuat setelah Gladys mengungkap bahwa saat menjalani operasi ambeien pada 4 Februari lalu, ditemukan dua jarum utuh tertinggal di tubuhnya.
Dalam keterangan kepada awak media di Jakarta, baru-baru ini, Gladys menceritakan kronologi kejadian yang dialaminya. Awalnya, ia berkonsultasi dengan dokter MS untuk mengobati wasir yang dideritanya. Scroll lebih lanjut ya.
"Awalnya mau menempuh pengobatan untuk sakit saya, wasir. Konsultasi dengan dokter MS, disarankan untuk operasi, tapi tidak laser, kita menggunakan stapler. Nah stapler ini dijadwalkan satu bulan kemudian karena kita menunggu siap," ujar Gladys.
Setelah menjalani operasi, Gladys mendapatkan kabar mengejutkan bahwa terdapat patahan jarum yang tertinggal di tubuhnya. Kekhawatiran meningkat ketika rumah sakit menyatakan pasien boleh pulang tanpa memberikan kejelasan soal keberadaan jarum tersebut.
"Singkat cerita dioperasi, tapi ada kendala di mana info pertama yang saya dengar ada patahan jarum yang tertinggal di tubuh saya. Tapi ketika didesak oleh pihak keluarga, karena kita sendiri panik karena dinyatakan boleh pulang, tapi jarum ini gimana. Akhirnya keluarga mendesak rumah sakit posisi jarumnya di mana," lanjut Gladys.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut melalui CT Scan justru menemukan dua jarum utuh berada di dekat dinding vagina. Pihak rumah sakit meminta Gladys menunggu satu bulan lagi untuk tindakan operasi pengangkatan, dengan alasan terkait prosedur penggunaan stapler sebelumnya. Ketakutan akan kondisi kesehatannya membuat Gladys dan keluarganya mendesak penanganan lebih cepat.
Pasien Menuntut Dugaan Malpraktek
Gladys mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Rumah Sakit tersebut. Ia menilai rumah sakit lebih fokus mempertahankan narasi bahwa kejadian tersebut adalah "tindakan normal" tanpa memberikan solusi konkret untuk penyembuhan jangka panjang.
"Intinya saya mengeluhkan itu kepada pihak Siloam Semanggi, keluarga juga melakukan beberapa pertemuan dengan pihak Siloam, sampai akhirnya memuncak di saya kurang sependapat karena adanya kesepakatan yang menurut saya menyudutkan saya sebagai pasien, di mana di situ hanya mengarahkan bahwa ini adalah tindakan yang normal, saya tidak dipikirkan cara pengobatannya ke depan," keluhnya.
Tak kunjung menemukan penyelesaian memadai, Gladys memutuskan membawa kasus ini ke jalur hukum dengan didampingi pengacara Sadrakh Seskoadi. Gugatan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Tangerang dengan nomor perkara 341/Pdt.G/2025/PN Tng, dan sidang perdana berlangsung pada Kamis, 24 April 2025 pukul 10.00 WIB.
Dalam kesempatan yang sama, Sadrakh menegaskan bahwa kasus ini bukan merupakan risiko medis, melainkan bentuk kelalaian.
"Ini bukan risiko medis, ini kelalaian. Kemudian, sebenarnya saat itu dari pihak keluarga tidak mau ke ranah hukum. Tapi ada paksaan untuk menandatangani surat ini dan juga setelah kami melakukan dan membuka negosiasi dengan Rumah Sakit, beberapa hal terjadi," ujar Sadrakh.
Halaman Selanjutnya
Gladys mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Rumah Sakit tersebut. Ia menilai rumah sakit lebih fokus mempertahankan narasi bahwa kejadian tersebut adalah "tindakan normal" tanpa memberikan solusi konkret untuk penyembuhan jangka panjang.