Jumat, 9 Mei 2025 - 19:52 WIB
Jakarta, VIVA – Apa jadinya jika kerupuk, seni visual, dan galeri pameran bersatu dalam satu cerita? Jawabannya ada dalam Finna Art of The Year 2025, sebuah inisiatif unik dari merek kerupuk udang legendaris asal Sidoarjo, Finna, yang merayakan ulang tahun ke-50 dengan cara yang tak biasa: menggelar kompetisi seni berskala nasional.
Ya, di tengah banyaknya kampanye ulang tahun brand yang cenderung promosi produk, Finna justru memilih untuk memberi ruang bagi para seniman muda mengekspresikan diri mereka lewat karya visual. Kolaborasi antara kuliner dan seni ini bukan hanya menyegarkan, tapi juga mencerminkan bahwa makanan bisa menjadi bagian dari narasi budaya yang hidup. Scroll lebih lanjut ya.
“Kami meyakini seni memiliki peran penting untuk memperkaya budaya. Dan kerupuk, adalah bagian dari budaya orang Indonesia secara tidak langsung. Nantinya karya-karya yang masuk akan dibawa untuk pameran di galeri seni Orasis. Kami juga berharapnya ini bisa berlanjut,” kata Welliam Cung, General Manager PT Sekar Laut.
Finna Art of The Year 2025 hadir dalam dua kategori: desain dan art prize. Di kategori desain, peserta berkompetisi memperebutkan hadiah total Rp65 juta—dengan juara pertama membawa pulang Rp25 juta. Sementara untuk art prize, diberikan Rp50 juta untuk karya yang masuk dalam official selection, dan Rp40 juta untuk honorary mention.
Finna Art of The Year 2025
Selain total hadiah ratusan juta rupiah, yang membuat kompetisi ini istimewa adalah kualitas para juri. Nama-nama seperti Muklay, Asmujo Jono Irianto, Bob Edrian, Bethania Brigitta, dan Elizabeth siap menilai karya yang masuk dengan kriteria yang tajam, tetapi tetap mengapresiasi keberagaman gaya dan gagasan.
Muklay, yang dikenal luas di dunia ilustrasi dan desain kreatif, menyoroti pentingnya kekuatan visual yang enak dipandang dalam karya-karya peserta.
“Kalau output udah ada bisa dibilang lay out itu nomor satu. Selain itu, juga taste. Gambar bagus banyak, namun taste itu yang di-tweak,” ujarnya.
Senada dengan itu, Asmujo menekankan bahwa art prize juga membuka ruang bagi dua pendekatan berbeda—seni lukis dan seni digital berbasis layar.
“Dua hal ini kami benturkan. Kompetisi ini bisa mengajak kembali para pelukis untuk merenungi dan kritis terhadap medium mereka sendiri. Pilihan medium dan gagasan konsep akan menjadi faktor penilaian juga,” terang Asmujo.
Salah satu aspek paling menyentuh dari kompetisi ini adalah harapan agar talenta dari luar kota-kota besar di Pulau Jawa bisa mendapatkan panggung yang layak. Hal ini diutarakan langsung oleh Bob Edrian, juri kategori art prize, dalam konferensi pers yang digelar di M Bloc Creative Hall, Jakarta.
“Banyak perhelatan seni kontemporer di Indonesia namun kita juga melihat ketersebaran senimannya. Munculnya seniman kebanyakan masih dari Bandung, Jakarta, atau Yogyakarta, yang masih terfokus di pulau Jawa. Kompetisi ini bisa menjadi satu cara untuk bisa menjaring potensi baru di luar pulau Jawa,” jelas Bob Edrian.
Dengan pendaftaran yang dibuka mulai 10 Mei hingga 2 Juli 2025, siapapun dari pelosok Indonesia bisa ikut serta. Nantinya, karya-karya terpilih akan dipamerkan di Orasis Art Space, Surabaya.
Halaman Selanjutnya
“Kalau output udah ada bisa dibilang lay out itu nomor satu. Selain itu, juga taste. Gambar bagus banyak, namun taste itu yang di-tweak,” ujarnya.