Gayus Lumbuun Usul Ada Lembaga Khusus untuk Dokter dan Tenaga Medis yang Terjerat Kasus Hukum

3 hours ago 1

Selasa, 25 Februari 2025 - 02:00 WIB

Jakarta, VIVA – Ketua Senat Universitas Krisnadwipayana atau Unkris, Prof Gayus Lumbuun, menilai perlunya pembentukan lembaga khusus berupa Mahkamah Medik atau Pengadilan Medik di Indonesia.

Lembaga itu, diharapkan dapat menjadi wadah penyelesaian kasus hukum yang melibatkan profesi dokter dan tenaga medis lainnya.

Pernyataan tersebut disampaikan Gayus, usai memimpin Sidang Terbuka Promosi Doktor atas nama Fransisren di kampus Unkris, Jakarta, pada Senin, 24 Februari 2025.

Fransisren, yang berlatar belakang dokter, berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Panduan Praktik Klinis sebagai Alat Bukti dalam Pembuktian Kelalaian Medis, dan meraih gelar doktor bidang hukum kesehatan dengan predikat cum laude.

"Ini adalah kali pertama Unkris melahirkan seorang doktor yang berlatar belakang profesi dokter dengan kajian ilmu hukum kesehatan," kata mantan Hakim Agung itu.

Ia berharap semakin banyak dokter yang melanjutkan pendidikan doktoral di bidang hukum kesehatan di Unkris. Mengingat kampus tersebut dikenal memiliki keunggulan dalam ilmu hukum.

Disertasi yang dipaparkan Fransisren dinilai membuka kesadaran akan pentingnya pengadilan khusus bagi profesi dokter.

Prof Gayus menegaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya, dokter tidak bisa disamakan dengan profesi lain, sehingga membutuhkan sistem peradilan tersendiri.

"Dokter dan tenaga medis mestinya mendapat bentuk keadilan tersendiri. Mereka tidak bisa lecture general berupa KUHP. Karena tidak ada dokter yang dalam praktik profesinya berniat mencelakakan pasiennya," lanjutnya.

Menurut Gayus, kesalahan dalam profesi dokter bisa terjadi, mulai dari ringan hingga berat, bahkan berujung pada cacat seumur hidup atau kematian. Oleh karena itu, sistem hukum yang berlaku perlu mempertimbangkan karakteristik khusus profesi ini.

Dalam disertasinya, Fransisren juga menyoroti persoalan kelalaian medis, yang sering kali disebabkan oleh kegagalan dokter dalam memberikan standar perawatan yang tepat, sehingga berdampak pada pasien. Ia membandingkan perbedaan konsep kelalaian dalam KUHP dan lex spesialis dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023.

Menurutnya, dalam pasal 359 dan 360 KUHP, pembuktian kelalaian medis tidak melibatkan Panduan Praktik Klinis (PPK). Sementara itu, pasal 280 ayat (2) jo pasal 291 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2023 menegaskan bahwa pelayanan medis harus dilakukan dengan standar profesi yang ketat untuk menghindari dampak yang merugikan tenaga medis dan rumah sakit.

"Pembuktian ada tidaknya kelalaian yang dilakukan oleh dokter, perlu menghadirkan PPK dan rekam medis," ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa banyak kasus pidana dan perdata di pengadilan mengabaikan PPK sebagai alat bukti surat.

Permasalahan utama adalah bagaimana PPK dapat digunakan sebagai alat bukti dalam kasus kelalaian medis, serta bagaimana hakim mempertimbangkan PPK dalam putusannya.

Hasil penelitian Fransisren menunjukkan, bahwa PPK dapat dijadikan alat bukti jika memenuhi syarat hukum formil dan materiil. Syarat formil berarti PPK harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sementara syarat materiil mengacu pada penyusunan PPK berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).

Syarat pembuktian kelalaian medis dalam UU No. 17 Tahun 2023 mencakup empat aspek utama, yakni kewajiban hukum, pelanggaran terhadap kewajiban, cedera yang terjadi, dan hubungan kausalitas.

Putusan hakim juga harus mengacu pada pasal 184 KUHAP mengenai batas minimum pembuktian serta pasal 183 KUHAP yang menggunakan sistem pembuktian negatif berdasarkan keyakinan hakim.

Dengan adanya kajian ini, diharapkan pemerintah dan pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan pembentukan Mahkamah Medik untuk memberikan keadilan yang lebih proporsional bagi tenaga medis.

Halaman Selanjutnya

Prof Gayus menegaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya, dokter tidak bisa disamakan dengan profesi lain, sehingga membutuhkan sistem peradilan tersendiri.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |