Jakarta, VIVA – Angka perokok aktif di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan, termasuk di kalangan anak dan remaja. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 oleh Kementerian Kesehatan RI, jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Dari jumlah tersebut, 7,4 persen merupakan anak dan remaja berusia 10 hingga 18 tahun – sebuah lonceng peringatan akan urgensi pengendalian tembakau sejak usia dini.
Meski iklan rokok sudah dibatasi, namun kebiasaan orang-orang yang masih merokok di sembarang tempat masih meresahkan. Terlebih jika yang merokok tokoh atau public figure terkenal, di mana remaja yang menonton dikhawatirkan akan ikut termotivasi karena mengikuti idolanya. Scroll untuk info lengkapnya, yuk!
Salah satu contoh, podcast-podcast Youtube di mana host dan bintang tamu biasanya chit chat sambil merokok. Padahal, meski mereka merokok di luar area Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun podcast mereka yang bisa dijangkau oleh semua umur yang jadi permasalahan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur P2PTM Kementerian Kesehatan RI, Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menjelaskan, peraturan mengenai pelarangan merokok sudah tertera di PP terbaru, No.28 tahun 2024.
“Di sana memang kalau terkait iklan media luar harus 500 meter dari instansi pendidikan. Kemudian, kalau iklan di media sosial sama sekali dilarang. Di TV itu di atas jam 10 sampe jam 5 sore, termasuk di radio, dan sebagainya,” ujar Siti Nadia di acara Jalin Foundation meluncurkan kampanye RAW (Resilient, Awesome, Wise): Dorong Remaja Laki-laki Hadapi Tekanan Sosial untuk Berhenti Merokok, yang digelar di Jakarta, baru-baru ini.
“Memang kalau di podcast kesannya itu bukan beriklan tapi seperti ya memang dia biasa merokok. Sebenernya kita punya satu lagi aturan yang kita sebut sebagai Kawasan Tanpa Rokok, misalnya tempat umum, tempat pendidikan, hotel, fasilitas kesehatan, mereka ada kawasan tanpa rokok. Nah, kita sedang mencoba bagaimana tempat-tempat penyiaran juga harusnya menjadi Kawasan Tanpa Rokok,” sambungnya.
Nantinya, lanjut Siti Nadia, jika sudah ada penerapan KTR ini akan diregulasi oleh Pemerintah Daerah. Hal itu berarti izin podcast, syuting, dan lain-lain, harus ke Pemerintah Daerah atau Komdigi.
“Misalnya dia syuting di kawasan yang sudah diterapkan di Kawasan Tanpa Rokok, tentunya gak boleh donk merokok di situ, karena sudah tau merokok seharusnya di tempat-tempat tertentu,” tuturnya.
“Kita juga sudah berhubungan dengan asosiasi perfilman, sinetron berkaitan dengan visualisasi. Kadang-kadang mereka visualisasi sebagai seorang yang jahat itu dengan merokok. Kita belajar dari negara-negara lain itu akan menyensor. Boleh adegannya, tapi diblur saat orang merokok. Itu juga yang kita bicarakan dengan lembaga sensor,” tambahnya.
Sementara untuk podcast atau berbagai penyiaran lewat media elektronik, menurut Siti Nadia, hal itu masih akan diatur lebih lanjut.
“Karena kita belum menemukan polanya, karena itu kan ruang mereka. Tapi minimal iklan sudah tidak boleh sama sekali. Misal dia naro kemasan rokoknya di situ itu gak boleh, cuma kan kadang-kadang gelasnya ada lambang (rokok) dia minum, atau host-nya ngerokok,” pungkas Siti Nadia.
Pengendalian tembakau sejak usia dini
Menurut survei Jalin Foundation pada tahun 2024, usia rata-rata remaja mulai merokok adalah 13 tahun. Sebanyak 12 persen remaja laki-laki usia 12–19 tahun merupakan perokok aktif, sementara 24 persen menggunakan rokok elektronik.
Meski demikian, ada harapan 22 persen dari mereka pernah mencoba berhenti merokok dan bertahan setidaknya satu bulan, walaupun sebagian besar (45 persen) kembali merokok dalam waktu kurang dari sebulan. Faktor terbesar yang membuat mereka kembali merokok adalah pengaruh pertemanan (32 persen).
Menyikapi situasi tersebut, Jalin Foundation meluncurkan kampanye RAW (Resilient, Awesome, Wise), sebuah gerakan pemasaran sosial yang dirancang untuk mendorong perubahan perilaku di kalangan remaja laki-laki. Kampanye ini berfokus pada upaya pencegahan inisiasi merokok serta mendukung mereka yang ingin berhenti merokok melalui pendekatan yang kreatif, partisipatif, dan berbasis aspirasi remaja.
Direktur Eksekutif Jalin Foundation, Dian Rosdiana, menekankan pentingnya melibatkan remaja secara aktif dalam merancang strategi kampanye.
“Strategi pengendalian tembakau yang efektif harus melibatkan suara mereka. RAW hadir bukan hanya untuk menyampaikan pesan, tetapi juga untuk memberikan ruang bagi remaja laki-laki berekspresi dan merasa didengar,” ujarnya di tempat yang sama.
Dian berharap kampanye ini bisa mengurangi tekanan sosial, memperkuat ketahanan psikologis remaja, serta meningkatkan akses terhadap layanan dukungan berhenti merokok.
“RAW bukan sekadar kampanye. Ini adalah gerakan bersama untuk melindungi generasi muda kita,” tutupnya.
Halaman Selanjutnya
Nantinya, lanjut Siti Nadia, jika sudah ada penerapan KTR ini akan diregulasi oleh Pemerintah Daerah. Hal itu berarti izin podcast, syuting, dan lain-lain, harus ke Pemerintah Daerah atau Komdigi.