Jakarta, VIVA – Seiring dengan semakin banyaknya bisnis yang berfokus pada pengamanan jaringan online mereka, serangan removable device "offline", seperti drive USB dan media yang dapat dilepas juga kian meningkat.
Pada 2024, Kaspersky mendeteksi dan mencegah hampir 50 juta serangan malware pada perangkat yang menargetkan bisnis di Asia Tenggara.
Angka yang mengejutkan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi organisasi untuk memperkuat pertahanan mereka terhadap serangan yang berasal dari drive USB dan media yang dapat dilepas.
Ancaman pada perangkat yang disebarkan melalui metode offline, melibatkan penggunaan perangkat fisik, seperti drive USB, hard drive eksternal, atau media yang dapat dilepas lainnya, untuk mengirimkan perangkat lunak berbahaya ke sistem target.
Tidak seperti serangan siber tradisional yang mengandalkan konektivitas internet, serangan ini mengeksploitasi kepercayaan yang diberikan pengguna pada perangkat fisik.
"Menjelang akhir tahun lalu, para ahli kami mengungkap kasus yang mengkhawatirkan di mana drive USB aman, yang dikembangkan oleh entitas pemerintah di Asia Tenggara untuk menyimpan dan mentransfer file secara aman di lingkungan yang sensitif, telah disusupi. Kode berbahaya telah disuntikkan ke dalam perangkat lunak manajemen aksesnya, yang memungkinkannya untuk mencuri file rahasia dari partisi aman drive tersebut. Selain itu, kode tersebut bertindak sebagai worm USB, menyebarkan infeksi ke drive lain dengan jenis yang sama, yang menyoroti sifat canggih dari ancaman ini,” kata Manajer Umum Kaspersky untuk Asia Tenggara, Yeo Siang Tiong.
Secara keseluruhan, solusi Kaspersky yang digunakan oleh bisnis di Asia Tenggara memblokir 49.234.759 ancaman siber lokal antara Januari – Desember 2024.
Ini merupakan peningkatan sebesar 15 persen dibandingkan dengan hampir 43 juta serangan siber offline pada periode yang sama di 2023.
Singapura mencatat lonjakan tertinggi antara serangan siber offline dari 2023 ke 2024 (88 persen), diikuti oleh Malaysia (47 persen), Vietnam (25 persen), Thailand (2o persen), dan Filipina (16 persen).
Hanya Indonesia yang mencatat sedikit penurunan ancaman siber lokal sebesar minus 3 persen dibandingkan tahun lalu.
“Kita telah melihat insiden nyata serangan siber canggih yang memanfaatkan USB dan drive yang dapat dilepas untuk menginfeksi seluruh perusahaan. Karena serangan malware offline terus berkembang, bisnis dan organisasi di Asia Tenggara harus tetap waspada dan proaktif dalam upaya keamanan siber mereka. Dengan memahami risiko siber dan menerapkan pertahanan yang kuat, organisasi dapat melindungi diri dari ancaman yang terus berkembang,” imbuh Yeo.
Halaman Selanjutnya
Ini merupakan peningkatan sebesar 15 persen dibandingkan dengan hampir 43 juta serangan siber offline pada periode yang sama di 2023.