Jakarta, VIVA - Tiga orang dai yang mengabdikan diri mereka di daerah tertinggal, terdepan dan terluar atau 3T, mendapat ganjaran penghargaan dari Kementeria Agama. Penghargaan diberikan dalam ajang Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2025.
Ketiga dai tersebut adalah Atropal Asparina, Abdul Latif, dan Aji Suprapto. Mereka berdedikasi dalam dakwah Islam pada daerah 3T. Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi, menegaskan kalau penghargaan ini sebagai penghormatan terhadap mereka atas perannya. Dimana sebagai ujung tombak dari dakwah Islam yang dilakukan di peloson Tanah Air.
“Para dai yang bertugas di wilayah 3T adalah ujung tombak dakwah Islam rahmatan lil ‘alamin di pelosok negeri. Mereka hadir mengisi ruang kosong dakwah dengan pendekatan yang edukatif dan moderat,” ujar Zayadi, di sela kegiatan ASR 2025.
Penilaian terhadap mereka dilakukan tim internal Subdirektorat Dakwah dan HBI berdasarkan laporan kegiatan para dai. Ketiga dai yang terpilih dinilai dari program dakwah yang inovatif.
Dakwah yang Membumi
Aji Suprapto (35), Adalah salah satu dai 3T yang berasal dari Bekasi. Ia tidak menduga sampai disebut di panggung ASR. Selama Ramadan, ia mengabdi di Kampung Zakat, Desa Selajambe, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dalam berdakwah, ia tidak pernah berpikiran untuk mendapatkan penghargaan.
“Saya benar-benar terharu. Tidak pernah punya ekspektasi apa pun. Ini rezeki yang datang dari arah yang tak disangka,” katanya.
Dakwah itu jalan pengabdian, begitu prinsip Aji. Pendekatan yang dilakukannya pada masyarakat sangat humanis dan membumi. Dengan cara penggunaan bahasa yang sederhana mudah dipahami warga, sembari menyelipkan nilai-nilai Islam dalam percakapannya. Menyapa masyarakat tidak hanya di masjid tetapi juga di tempat mereka beraktivitas seperti sawah, warung kopi, hingga saat gotong royong.
Metode yang digunakannya adalah menggunakan pendekatan adat dan tradisi setempat. Tidak menggurui dan formal, tetapi masuk menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Pengajian dari rumah ke rumah lewat pengajian keluarga, juga dilakukannya. Juga berbagai kegiatan seperti pelatihan ibadah praktis untuk remaja dan lansia, serta kegiatan sosial seperti berbagi sembako, bersih-bersih masjid, dan bimbingan keluarga sakinah.
“Saya tidak ingin mereka hanya mendengar ceramah, tetapi juga merasakan manfaat kehadiran dai dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Berdakwah di Tanah Siaga
Atropal Asparina (32), berdakwah di ujung timur Nusantara, di Kabupaten Keerom, Papua. Tantangannya tentu berbeda dengan daerah lain, karena setiap saat dia harus siaga. Selama Ramadan lalu, TNI menginstruksikan masyarakat untuk tidak melakukan takbiran keliling, pemukulan beduk, atau kegiatan lain menjelang Idul Fitri, demi menjaga keamanan.
Kondisi darurat tidak membuatnya surut. Dari satu masjid ke masjid lainnya, dilakukan. Menyampaikan ilmu fikih hingga bimbingan kepada masyarakat. Diantara fokusnya adalah pengurusan jenazah.
“Di sana, angka kematian ibu hamil dan anak tinggi karena malaria. Tapi harga kain kafan bisa sampai satu juta rupiah. Saya berusaha menghubungkan Dompet Dhuafa Papua dengan Jawa untuk membantu pengadaan kain kafan,” ungkapnya.
Tawarkan Al-Qur’an sebagai Obat Jiwa
Abdul Latif berdakwah di Desa Wayabula, Morotai, Maluku Utara. Pria 37 tahun asal Banten itu, mendapati kebutuhan keagamaan masyarakat lebih bersifat spiritual daripada ritual.
Latif menggunakan pendekatan tasawuf, setelah berdialog dengan para tokoh adat dan pemerintah setempat. Ia memperkenalkan konsep Al-Qur’an sebagai obat, baik untuk jiwa maupun kehidupan sosial.
“Di sini, masyarakat sangat merespons pendekatan yang menenangkan dan menyentuh batin. Mereka membutuhkan kedamaian,” tuturnya.
Latif berharap jumlah dai yang ditugaskan ke wilayah 3T bisa terus ditambah. “Kalau tahun ini ada seribu dai, mudah-mudahan tahun depan lebih banyak lagi. Masyarakat sangat membutuhkan kehadiran mereka,” tandasnya.
Program Dai 3T merupakan program pengiriman pendakwah yang rutin digelar Kemenag selama Ramadan, bertujuan meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, memperkuat harmoni masyarakat berbasis nilai agama dan kearifan lokal. Program ini telah berjalan sejak 2022 dengan jumlah dai yang terus meningkat setiap tahun.
Pada 2022, Kemenag mengirim sebanyak 8 dai, meningkat menjadi 50 dai pada 2023, dan 500 dai pada 2024. Di 2025, Kemenag mengirimkan 1.000 dai ke wilayah 3T di 35 provinsi.
Halaman Selanjutnya
Metode yang digunakannya adalah menggunakan pendekatan adat dan tradisi setempat. Tidak menggurui dan formal, tetapi masuk menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Pengajian dari rumah ke rumah lewat pengajian keluarga, juga dilakukannya. Juga berbagai kegiatan seperti pelatihan ibadah praktis untuk remaja dan lansia, serta kegiatan sosial seperti berbagi sembako, bersih-bersih masjid, dan bimbingan keluarga sakinah.