Jakarta, VIVA – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa akhirnya memenuhi panggilan penyidik KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (AIE). Ifan sapaan akrabnya, telah penuhi panggilan KPK pada Kamis 22 Mei 2025.
Ifan diperiksa sebagai saksi, dan berkapasitas sebagai mantan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode Tahun 2017-2021.
Ifan ketika datang ke Gedung Merah Putih KPK, mengaku turut membawa sejumlah dokumen yang nantinya akan membantu penyidik melakukan proses penyidikan.
“Saya datang hari ini, akan mengeluarkan dokumen, dipegang ajudan saya, dibawa dan akan saya sampaikan terbuka. Ini tidak ada urusan kepada individu, saya ngomong demi kepentingan nasional,” ujar Ifan kepada wartawan.
Pemeriksaan Ifan menjadi saksi ini merupakan penjadwalan ulang panggilan KPK pada Senin 19 Mei 2025. Ifan tidak bisa hadir panggilan KPK karena ada urusan terkait penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Menteri Hukum RI.
Agenda tersebut turut dihadiri antara lain oleh Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perdagangan RI, Menteri Ekonomi Kreatif RI, dan Kepala Kepolisian Negara RI. Namun demikian, Ifan mengapresiasi pekerjaan KPK dalam kasus tersebut.
Lebih lanjut, kata Ifan, langkah yang dilakukannya itu semata-mata demi ketahanan energi nasional. Akibat korupsi di kasus ini, kata dia, harga gas menjadi mahal.
KPPU, lanjut Ifan, sudah membuat surat ke Presiden pada 6 Agustus 2024 terkait masalah alokasi gas.
“Kalau harga gas jadi mahal, bagaimana investasi masuk ke Indonesia?” sebutnya.
Nantinya, Ifan akan memberikan saran kepada KPK untuk menyelidiki terkait jual beli gas kepada puluhan Badan Usaha Niaga Hilir Migas lain yang memperoleh alokasi gas dari Kementerian ESDM. Sebab, kata dia, ada dugaan praktik niaga gas bertingkat juga terjadi setelah tahun 2018 oleh badan usaha lain yang belum terungkap atau tidak.
Ifan menerangkan mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016, tidak terdapat satu pun Pasal yang menyebutkan peran BPH Migas secara eksplisit dalam hal alokasi gas maupun pengawasan praktik niaga gas bertingkat.
Hal itu merupakan tugas dan fungsi dari Kementerian ESDM, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dan SKK Migas.
“BPH Migas hanya berwenang melakukan verifikasi volume niaga gas dari sisi kepentingan perhitungan iuran PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), sesuai amanat Undang-undang dan Peraturan Pemerintah,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas di PT PGN dan PT IAE. Usut punya usut, kasus rasuah ini telah merugikan negara sebesar USD 15 juta.
"Kerugian negara yang terjadi sebesar USD 15 juta," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, Sabtu 12 April 2025.
Dua tersangka dimaksud adalah Direktur Komersial PT Perusahan Gas Negara (PGN) 2016-2019 Danny Praditya dan Komisaris PT Inti Alasindo Energi (IAE) 2006-2023 sekaligus Direktur Utama PT Isargas 2011-2024 Iswan Ibrahim.
Bermula dari tanggal 19 Desember 2016, kata Asep, Dewan Komisaris dan Direksi PT PGN telah mengesahkan Rancangan Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk 2017. Kemudian, dalam RKAP tersebut tidak ada rencana PT PGN untuk membeli gas dari PT IAE.
Kendati, pada Desember 2017, Danny yang merupakan tersangka kemudian meminta kepada anak buahnya untuk membahas kerja sama jual beli gas dengan PT IAE.
Dalam rapat tersebut, PT IAE mendapat alokasi gas dari Husky CNOOC Madura Ltd. (HCML). Kemudian, terjadilah kesepakatan untuk melakukan pembelian gas tersebut.
Selanjutnya, untuk PT IAE melalui tersangka Iswan meminta pembayaran uang muka sebesar USD 15 juta kepada PT PGN.
Lantas, tersangka Danny langsung memerintahkan anak buahnya membayarkan uang muka tersebut pada 9 November 2017.
Ternyata, uang muka yang telah dibayar oleh PT PGN justru digunakan PT IAE untuk membayar utang ke beberapa pihak yang tidak berkaitan dengan perjanjian jual beli.
Selain itu, tersangka Iswan sebenarnya mengetahui bahwa pasokan gas yang didapat dari alokasi HCML tidak mencukup kontrak jual beli dengan PT PGN.
"Meskipun demikian, Saudara ISW tetap menawarkan gas dan melakukan kerjasama jual beli gas dengan PT PGN disertai skema advance payment (uang muka)," imbuh Asep.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Halaman Selanjutnya
Lebih lanjut, kata Ifan, langkah yang dilakukannya itu semata-mata demi ketahanan energi nasional. Akibat korupsi di kasus ini, kata dia, harga gas menjadi mahal.