Jakarta, VIVA – Kader PDI Perjuangan Saeful Bahri mengungkap reaksi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto setelah mendengar kabar bahwa upaya pengurusan PAW DPR RI 2019-2024, Harun Masiku gagal.
Hal itu diungkap Saeful Bahri saat dihadirkan menjadi salah satu saksi dari jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 22 Mei 2025. Saeful dihadirkan jadi saksi dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW DPR, dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Upaya yang dilakukan dalam pengurusan PAW Harun Masiku sudah dilakukan melalui berbagai cara. Mulai dari menguji materi Peraturan KPU (PKPU) ke Mahkamah Agung (MA), meminta fatwa MA, hingga mendekati Komisioner KPU RI saat itu yakni Wahyu Setiawan.
Dalam sidang, jaksa bermula dari mengungkap percakapan antara Saeful dengan Agustiani Tio Fridelina selaku mantan anggota Bawaslu RI sekaligus mantan kader PDIP.
Terdakwa yang juga kader PDIP, Saeful Bahri, di KPK.
Photo :
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Komunikasi keduanya ada menyinggung soal permintaan Saeful kepada Agustiani Tio untuk kembali menghubungi Wahyu Setiawan. Dalam percakapaan tersebut, Saeful menyebut Hasto siap menjadi garansinya karena sesuai dengan perintah ketua umum.
“Saksi, ini konteksnya, ini kan tanggal 6 Januari (2020) ya. Konteksnya apa ini? Kenapa kemudian pada saat itu terdakwa ini telepon saudara, kemudian menyampaikan hal itu? Dan, saudara sampaikan ke saudara Tio?” tanya jaksa di ruang sidang.
“Tanggal 6 itu saya dapat informasi surat dari KPU, lewat saya lupa Tio (Agustiani Tio Fridelina) atau Donny (Donny Tri Istiqomah), bahwa memang pengajuan kita ditolak. Saat itu saya langsung telepon Tio, ‘Ini kenapa? Kok Wahyu sudah terima uang kok ditolak hasilnya. Katanya oke, mau dibantu maksimal’,” ucap Saeful.
“Nah, terus, 'Iya, Mas. Kemarin, bahasa Tio, pleno itu memang memutuskan ditolak, tapi sore ini, bahasa Tio begitu, akan ada pleno lagi, yang diatur sama Wahyu, untuk membahas kembali’. Nah, terus kemudian, setelah itu pak Hasto kirim juga surat penolakan (KPU), mempertanyakan dengan nada tinggi, 'Loh, ini kenapa? Kok gagal ini barang. Kok ini enggak diterima?” lanjutnya.
Saeful menjelaskan bahwa KPU akan kembali melakukan rapat pleno saat itu, hal itu didapat dari informasi Agustiani Tio. Rapat plenonya membahas terkait adanya penolakan karena belum ada postulat hukum.
Sehingga, postulat hukum itu, kata Saeful, akan dikaji oleh Donny Tri Istiqomah.
“Nah, nanti sore ini, Wahyu akan kondisikan lagi untuk memplenokan kembali, yang membahas postulat dari kita. Yang kajian kita,” kata Saeful ke Hasto.
“Nah, saat itu Pak Hasto sampaikan. Sampaikan ke Wahyu, ini garansi saya dan ini perintah ibu. Saya enggak ngerti ibu siapa. Saya enggak paham. Cuma, saya hanya menyampaikan kalimat itu kepada Wahyu, yang saat itu saya enggak pernah komunikasikan ke Wahyu, tentunya saya komunikasikan ke Tio,“ tambahnya.
Akhirnya, KPU melantik Kader PDIP Riezky Aprilia untuk menggantikan peraih suara terbanyak yakni Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu sesuai ketentuan lantaran suara kedua terbanyak diperoleh oleh Riezky.
Riezky sempat diminta mundur oleh Hasto melalui Saeful dan Donny menjadi caleg terpilih 2019-2024. Namun ditolak mentah-mentah sama Riezky.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada mantan anggota KPU RI Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Halaman Selanjutnya
“Tanggal 6 itu saya dapat informasi surat dari KPU, lewat saya lupa Tio (Agustiani Tio Fridelina) atau Donny (Donny Tri Istiqomah), bahwa memang pengajuan kita ditolak. Saat itu saya langsung telepon Tio, ‘Ini kenapa? Kok Wahyu sudah terima uang kok ditolak hasilnya. Katanya oke, mau dibantu maksimal’,” ucap Saeful.