Ketum Disebut Terima 50%, Projo Membela: Budi Arie di Garis Depan Berantas Judol

5 hours ago 1

Jakarta, VIVA – Nama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Budi Arie Setiadi turut disebut ikut menerima jatah sebanyak 50 persen dalam menjaga situs judi online (judol) agar tidak diblokir. DPP Pro Jokowi (Projo) pun buka suara atas tuduhan jaksa dalam mendakwa empat terdakwa kasus dugaan judol.

Sidang dakwaan terhadap empat terdakwa digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu 14 Mei 2025.

Sekretaris Jenderal Projo, Handoko meminta agar dakwaan dari jaksa tidak menjadi sebuah bahan untuk melakukan framing terhadap Budi Arie Setiadi yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua Umum Projo.

"Publik bisa mengecek fakta dan pemberitaan bagaimana Budi Arie berada di garis depan memberantantas judi online selama menjabat Menkominfo," ujar Handoko dalam keterangan tertulis, Senin 19 Mei 2025.

Handoko mengklaim bahwa dalam dakwaan jaksa, tidak ada keterangan bahwa Budi Arie mengetahui adanya pemufakatan jahat agar tidak memblokir situs judol tersebut.

"Faktanya, memang Budi Arie tidak tahu soal pembagian sogokan itu, apalagi menerimanya baik sebagian maupun keseluruhan. Kesaksian itu juga yang dijelaskannya ketika dimintai keterangan oleh penyidik Polri," kata Handoko.

Dia menyebutkan adanya framing jahat tersebut bisa menghancurkan kepribadian seseorang. Apalagi, menurutnya, didukung melalui informasi-informasi yang tidak berkaitan dengan inti permasalahan.

"Tujuannya, agar khalayak mengikuti atau mengamini kemauan aktor pembuat framing. Keutuhan informasi menjadi penting untuk memahami persoalan," ucap dia.

"Stop narasi sesat dan framing jahat untuk mendiskreditkan siapapun, termasuk bagi Budi Arie Setiadi. Kegaduhan akibat pembelokkan fakta sangat merugikan masyarakat. Hanya kecurigaan dan sesat pikir atau salah tuduh yang akan diperoleh, alih-alih mendapatkan kebenaran serta keadilan," sambung Handoko.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa penuntut umum (JPU) telah membacakan dakwaan untuk empat ornag terdakwa dalam kasus dugaan judi online atau judol. Pembacaan dakwaan itu dilakukan jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu 14 Mei 2025 kemarin.

Adapun empat terdakwa itu yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.

Kasus ini bermula dari upaya Alwin Jabarti Kiemas yang mengaku sebagai sosok pengusaha yang memiliki hubungan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI saat itu yang kini berubah nama menjadi Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI.

Alwin bertemu dengan seorang saksi bernama Jonathan yang masih DPO saat ini. Jonathan merupakan sosok yang memikiki usaha dalam bidang judi online.

Kemudian, dalam pertemuannya, Jonathan dan Alwin bersepakat untuk bekerja sama mengelola situs judol bernama SultanMenang. Alwin bersedia melakukan pengawasan terhadap bisnis judol Jonathan.

Alwin pun memulai untuk bisnis jahatnya di bidang judol. Alwin melakukan pertemuan dengan seseorang untuk mengawasi website judol tersebut, dengan memberikan upah Rp1 juta. Padahal, Alwin mendapatkan upah dari Jonathan untuk mengawasi sebanyak Rp1,5 juta.

 "Bahwa pada sekira bulan Juni 2023, Terdakwa III Alwin Jabarti Kiemas menyerahkan kepada saksi Fakhri Dzulfiqar sebanyak 100 (seratus) website perjudian online dari Sdr. JONATHAN (DPO) untuk dijaga agar tidak diblokir oleh Kemenkominfo, namun dikarenakan website yang dijaga semakin banyak maka saksi Fakhri Dzulfiqar meminta penambahan personil sebanyak 2 (dua) orang dan perubahan tarif menjadi Rp2.000.000,- (dua juta rupiah) per website," kata jaksa dikutip Senin 19 Mei melalui draft dakwaan.

Alwin Jabarti pun masih kerap melakukan pertemuan dengan sejumlah orang hanya demi mengupayakan bisnis judol dengan Jonathannya berlangsung aman tanpa adanya pemblokiran website. Sehingga, Alwin rela membayar penjagaan website judolnya sampai Rp4 juta.

Singkatnya, pada bulan Oktober 2023, Zulkarnaen Apriliantony diminta oleh Menkominfo saat itu yakni Budi Arie Setiadi untuk mencari data website judol. Akhirnya, Zulkarnaen memperkenalkan Budi Arie dengan Adhi Kismanto.

"Dalam pertemuan tersebut Terdakwa II Adhi Kismanto mempresentasikan alat crawling data yang mampu mengumpulkan data website judi online, lalu Sdr. Budi Arie Setiadi menawarkan kepada Terdakwa II Adhi Kismanto untuk mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli di Kemenkominfo," kata jaksa.

Namun, Adhi Kismanto tak lulus seleksi lantaran harus memiliki status sarjana jika ingin menjadi tenaga ahli. Budi Arie tetap meminta Adhi Kismanto menjadi tenaga ahli Kementerian Kominfo.

"Dengan tugas mencari link atau website judi online yang kemudian dilaporkan kepada Sdr. Riko Rasota Rahmada selaku Kepala Tim Take Down untuk dilakukan pemblokiran," kata jaksa.

Usut punya usut, website yang sudah diupayakan Alwin Jabarti agar tidak diblokir, terkena blokiran oleh Kominfo. Blokiran dilakukan oleh Adhi Kismanto.

Akhirnya nilai penjagaaan dari Alwin kepada Deden bertambah menjadi Rp280 juta. Disisi lain, terdakwa Muhrijan alias Agus ternyata mengetahui praktik jahat Deden dengan Alwin yakni berupaya menjaga ratusan situs judol.

"Terdakwa IV Muhrijan alias Agus menyampaikan bahwa dirinya mengetahui praktik penjagaan website judi online dan mengancam akan melaporkannya kepada Menkominfo serta meminta untuk bertemu di luar kantor," ucap dia.

Pun, Muhrijan meminta uang kepada Deden sebesar Rp1,5 miliar karena sudah mengetahui praktik jahat Deden. Deden akhirnya menyepakati dan memberikan uang secara bertahap melalui transfer rekening BCA.

Muhrijan akhirnya melakukan pertemuan dengan Adhi Kismanto untuk membahas pemblokiran situs judol.

"Terdakwa IV Muhrijan alias Agus menyatakan agar praktik penjagaan website judi online dilanjutkan kembali karena adanya orang Kemenkominfo yang ingin melanjutkan praktik tersebut yaitu saksi Deden Imadudin Soleh dan menawarkan bagian sekitar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau persentase sebesar 20?ri total keseluruhan dari website perjudian online tersebut," ucapnya.

Kemudian, Muhrijan dan Agus melalukan pertemuan dengan orang kepercayaan Budi Arie yakni Zulkarnaen untuk membahas soal biaya jika ingin website judol Deden tidak diblokir Kemenkominfo. Zulkarnaen meminta tarif satu situs yakni Rp8 juta.

"Serta pembagian untuk Terdakwa II Adhi Kismanto sebesar 20%, Terdakwa I Zulakrnaen sebesar 30?n untuk Sdr. Budi Arie Setiadi sebesar 50?ri keseluruhan website yang dijaga," tandas jaksa.

Jaksa menilai bahwa uang penjagaan judol tersebut menghasilkan total Rp 48.750.000.000 untuk terdakwa. Kemudian uang tersebut dibagikan secara merata.

"Uang penjagaan website perjudian tersebut diatur pembagiannya kepada pihak-pihak yang terlibat oleh terdakwa Alwin Jabarti Kiemas yang dicatat dalam dokumen," kata jaksa.

Adapun pelbagai kode pembagian uang hasil praktik jahat menjaga situs judol dibagikan, sebagai berikut:

- Bagi D: merupakan kode bagian untuk saksi Denden Imadudin Soleh

- Bagi S: merupakan kode bagian untuk saksi Syamsul Arifin

- Bagi R: merupakan kode bagian untuk Riko Rasota Rahmada

- Bagi PM: merupakan kode bagian untuk Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi

- Bagi kawanan: merupakan jumlah bagian yang dibagi kepada terdakwa Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan 

- AD: merupakan kode bagian untuk terdakwa Adhi Kismanto

- AG: merupakan kode bagian untuk terdakwa Muhrijan

- AL: merupakan kode bagian untuk terdakwa Alwin Jabarti Kiemas 

- CHF: merupakan kode bagian untuk terdakwa Zulkarnaen Apriliantony ditambah bagian untuk Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi

Jaksa menilai bahwa para terdakwa telah melanggar Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Jaksa juga menilai terdakwa melanggar Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Halaman Selanjutnya

"Tujuannya, agar khalayak mengikuti atau mengamini kemauan aktor pembuat framing. Keutuhan informasi menjadi penting untuk memahami persoalan," ucap dia.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |