Khawatir Media Nasional Pelan-pelan Mati, Anggota DPR Dorong Revisi UU Penyiaran

6 hours ago 3

Jumat, 9 Mei 2025 - 21:11 WIB

Jakarta, VIVA - Ledakan konten digital yang tak lagi terikat pada frekuensi publik dan tak tunduk pada sistem perizinan jadi sorotan DPR RI. Undang-Undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinilai mesti direvisi agar bisa adaptasi.

Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mengatakan media penyiaran akan mati perlahan jika UU Penyiaran yang sudah berusia lebih dari 20 tahun tidak direvisi.

Dia mengatakan pada masanya, UU Penyiaran tersebut relevan untuk ekosistem penyiaran. Namun, untuk hari ini sudah terjadi ledakan konten digital yang tidak lagi terikat pada frekuensi publik. Maraknya konten digital itu juga tak tunduk pada sistem perizinan yang berlaku bagi media konvensional.

"Kompetisi tidak sehat antara media sosial yang personal dan media penyiaran yang harus taat regulasi dan etik," kata Amelia di Jakarta dikutip dari Antara, pada Jumat, 9 Mei 2025.

Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini

Photo :

  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

Menurut dia, kalau UU Penyiaran tak segera beradaptasi, maka Indonesia akan menyaksikan pelan-pelan matinya media penyiaran nasional. Kondisi itu nanti yang akan membuat matinya salah satu penyangga demokrasi.

Dia mengatakan isu revisi UU Penyiaran bukan hanya menyangkut aspek teknis penyiaran. Namun, juga menyangkut fondasi demokrasi, yakni hak masyarakat atas informasi yang adil, akurat, dan bertanggung jawab.

Amelia mengatakan, media penyiaran saat ini dihadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah asimetri regulasi, yakni mereka harus tunduk pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), perizinan, kode etik jurnalistik.

Namun, konten digital personal yang viral bebas tanpa batas.

Selain itu, menurut dia, saat ini terjadi monetisasi digital tidak adil. Hal itu karena platform global mengambil mayoritas keuntungan dari iklan. Sementara, media nasional berjuang menjaga keberlangsungan bisnis.

Dia bilang dengan kondisi itu, ada potensi disinformasi dan polarisasi. Sebab, hal itu membuat masyarakat lebih percaya konten viral daripada jurnalisme faktual. 

Bagi dia, fenomena itu akan sangat membahayakan bagi masyarakat.

Dia memastikan Komisi I DPR RI akan merumuskan Rancangan UU Penyiaran yang berlandaskan pada keadilan ekosistem informasi. Tujuannya agar kedua jenis media itu mendapatkan hal yang setara, tetapi tetap tunduk pada prinsip tanggung jawab.

Selain itu, dia mengatakan harus ada transparansi pada algoritma platform digital. Saat ini, dia bilang tengah mengkaji relevansi prinsip publisher rights untuk memastikan media lokal mendapat kompensasi yang adil.

Sementara, dia juga menilai masyarakat saat ini perlu perlindungan dari konten berbahaya, terutama hoaks, kekerasan berbasis gender, ujaran kebencian, dan konten manipulatif.

Dia menegaskan bahwa keberlanjutan media penyiaran bukan hanya soal bisnis dan teknologi. Namun, melainkan soal menjaga kesadaran kolektif sebagai bangsa. Menurut dia, demokrasi hanya hidup ketika informasi bisa dipercaya.

"Dan informasi hanya bisa dipercaya jika lahir dari ekosistem yang adil dan bertanggung jawab," katanya. (ANT)

Halaman Selanjutnya

Amelia mengatakan, media penyiaran saat ini dihadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah asimetri regulasi, yakni mereka harus tunduk pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), perizinan, kode etik jurnalistik.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |