Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung menggelar diskusi soal pencegahan dan pemberantasan korupsi di Sumatera Utara atau Sumut. Diskusi tersebut digelar bersama Gubernur Sumut Bobby Nasution pada Senin 28 April 2025
Dalam diskusi, KPK mengungkapkan ada sebanyak 170 kasus korupsi di wilayah Sumut yang diusut sepanjang 2023-2024.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Agung Yudha Wibowo menjelaskan kasus dugaan korupsi di daerah masih kerap menggunakan pola yang sama. Dia menuturkan, Pemda dan DPRD diduga jadi dua aktor kunci yang menentukan tata kelola daerah antara harus bebas dari korupsi atau terjerumus dalam praktik koruptif.
"Korupsi di daerah sering berulang dengan pola yang hampir sama. Kalau ada yang belum terungkap. Itu mungkin hanya soal waktu," kata Agung Yudha dalam keterangannya, dikutip pada Selasa 29 April 2025.
Gedung KPK (Foto Ilustrasi)
Kemudian, berdasarkan Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) dalam Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) KPK tahun 2024, provinsi Sumut telah mencatat skor rata-rata sebesar 75,02. Namun, pada area perencanaan, skor yang diperoleh masih tergolong rendah yakni 63.
Sementara, ada tujuh area lainnya yang meliputi penganggaran, pengadaan barang dan jasa. Lalu, pelayanan publik, pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), pengelolaan Bank Milik Daerah (BMD), dan optimalisasi pajak berhasil mencatatkan skor di atas 80.
Adapun dari data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK terkait penanganan tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum di Sumut tercatat ada 170 perkara yang ditangani sepanjang 2023 hingga Desember 2024.
Dari jumlah tersebut diketahui ada beberapa modus yang dilakukan seperti 44 persen terkait penyalahgunaan anggaran. Kemudian, 42 persen pengadaan barang dan jasa, 7 persen sektor perbankan, 3 persen terkait pemerasan atau pungutan liar (pungli), dan sisanya 4 persen mencakup modus lainnya.
Lebih lanjut, Agung menambahkan, potensi-potensi rawan korupsi dalam tata kelola biasanya ada di pemda. Kata dia, potensi titik korupsi itu mulai dari perencanaan anggaran yang tidak akuntabel, pengadaan barang dan jasa yang sarat kecurangan.
Lalu, lemahnya pengawasan, hingga praktik jual beli jabatan dan pelayanan publik yang berbelit.
"Sebagai aktor utama di daerah, Pemda dan DPRD harus mengambil peran besar dalam memastikan pelayanan publik semakin baik, perekonomian daerah meningkat, serta demokrasi lokal tumbuh sehat," ujar Agung.
Halaman Selanjutnya
Adapun dari data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK terkait penanganan tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum di Sumut tercatat ada 170 perkara yang ditangani sepanjang 2023 hingga Desember 2024.