Jakarta, VIVA – Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin menyebut ada 484 bentuk kasus perundungan atau bullying yang dialami peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Kemenkes mendapat data itu melalui kanal pengaduan per 25 April 2025 pukul 16.00 WIB.
Demikian disampaikan Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 30 April 2025.
Budi menjelaskan bahwa beberapa bentuk bullying yang masuk ke kanal pengaduan berupa Cyber Bullying, fisik, verbal, serta Non fisik - Non Verbal dan lainnya.
Dari data yang ditampilkan saat rapat, 277 peserta PPDS mendapat perundungan kategori non-fisik dan non verbal lainnya. Kemudian, 166 peserta PPDS juga mendapat bullying kategori verbal, 36 kategori fisik dan 3 kategori cyber bullying.
Bentuk bullying fisik yang ditemukan, seperti hukuman push-up, memakan cabai, berdiri selama berjam-jam, hingga meminum telur mentah. Semua perlakuan tersebut kerap didokumentasikan dan disebar di grup WhatsApp antarpeserta didik.
"Juga bentuk perundungan yang paling umum adalah verbal di grup komunikasi atau disebut Jarkom, ya WA grup, seperti penggunaan bahasa yang sangat-sangat kasar yang dilakukan senior kepada junior," kata dia.
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Selain kekerasan, Kemenkes menemukan indikasi kuat adanya praktik pungli yang sistematis dengan nilai mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Salah satu kasus menonjol ditemukan pada seorang peserta PPDS Anestesi di Semarang, almarhumah R.
Menurut dia, R yang saat itu menjabat selama tiga bulan sebagai bendahara di program spesialis anestasi sempat mengelola dana hingga Rp1,6 miliar, yang sebagaimana data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dana itu kemudian mengalir ke berbagai oknum.
Pembiayaan non-resmi seperti pemesanan hotel, tiket perjalanan hingga permintaan layanan pribadi dari senior atau konsulen juga menjadi keluhan rutin peserta pendidikan spesialis yang diterima Kementerian Kesehatan.
"Dana yang dikumpulkan dari peserta didik itu ditransfer rutin dan sebagian mengalir ke oknum tertentu. Ini kami temukan hampir di semua sentra pendidikan," ungkap Menkes.
Temuan ini tidak hanya terjadi di rumah sakit Kementerian Kesehatan tetapi juga rumah sakit umum daerah (RSUD), rumah sakit pendidikan milik universitas dan beberapa dari swasta.
Rumah sakit Kementerian Kesehatan yang menjadi tempat terjadinya perundungan dengan pengaduan terbanyak diterima dari RSUP Prof. Kandou, RSUP Hasan Sadikin, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, dan RSUP Moh. Hoesin Palembang.
Sementara rumah sakit umum daerah dari RSUD Zainal Abidin Banda Aceh, RSUD Surakarta, dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya termasuk yang terbanyak menerima aduan perundungan.
Rumah sakit Universitas tempat terjadi perundungan yang turut dilaporkan dengan jumlah terbanyak meliputi di RS Universitas Diponegoro Semarang, RS Universitas Kristen Indonesia, RSGM Universitas Airlangga, RS Universitas Indonesia Depok dan RS Universitas Sriwijaya Palembang.
"Karena rapat ini terbuka untuk umum, maka demikian data yang kami sampaikan," kata Budi.
Halaman Selanjutnya
Pembiayaan non-resmi seperti pemesanan hotel, tiket perjalanan hingga permintaan layanan pribadi dari senior atau konsulen juga menjadi keluhan rutin peserta pendidikan spesialis yang diterima Kementerian Kesehatan.