Jakarta, VIVA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan sejumlah temuan yang berkaitan dengan peristiwa ledakan pemusnahan amunisi tak layak pakai atau Afkir di Garut, Jawa Barat. Dalam peristiwa itu, mengakibatkan 13 orang meninggal dunia.
Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai mengatakan peristiwa itu disebabkan oleh sisa detenator.
“Ledakan yang memicu jatuhnya korban jiwa terjadi sekitar pukul 09.30 WIB, yang diduga disebabkan oleh ledakan sisa detenator yang akan dimusnahkan dengan cara ditimbun setelah selesainya proses pemusnahan amunisi,” ujar dia kepada wartawan Jumat, 23 Mei 2025.
Inilah ledakan amunisi kadaluarsa, lokasi peledakan Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut
Photo :
- VIVA.co.id/Diki Hidayat (Garut)
Lebih lanjut disampaikan olehnya, temuan Komnas HAM dalam peristiwa itu adalah sempat adanya perdebatan antara Komandan Gapusmus, dengan koordinator pekerja warga bernama Rustiawan sebelum terjadinya ledakan.
Adapun, perdebatan mereka yakni terkait penanganan sisa detenator. “Biasanya (sisa detenator) akan ditenggelamkan ke dasar laut untuk mempercepat proses disfungsi. Namun pada hari tersebut dipilih dengan cara menimbun menggunakan campuran urea,” kata dia.
Para korban saat kejadian itu sedang menurunkan sisa detenator yang sudah dimasukkan ke dalam drum untuk diletakkan ke dalam lubang.
Namun, saat ledakan terjadi, sejumlah orang tengah berada di dalam lubang dan beberapa lainnya berada di sekitar lubang yang sedang mengangkut material detenator.
“Namun, saat proses tersebut drum yang berisi detenator tersebut tiba-tiba meledak,” ucap dia.
Peristiwa ledakan tersebut kemudian mengakibatkan empat anggota TNI, dan sembilan warga sipil meninggal dunia.
Dia menyebutkan bahwa delapan orang korban dari pihak sipil merupakan pekerja harian lepas, sedangkan satu orang lainnya sedang berkunjung ke lokasi untuk menemui temannya.
“Para korban ditemukan dengan luka bakar berat dan beberapa di antaranya dengan bagian tubuh yang tidak utuh,” katanya.
Berdasarkan temuan Komnas HAM lainnya, disebutkan bahwa 21 orang sipil dipekerjaaan untuk membantu proses pemusnahan dengan upah rata-rata Rp 150 ribu per hari.
Para pekerja itu juga disebut diajarkan ataupun belajar secara otodidak selama bertahun-tahun, tidak melalui proses pendidikan maupun pelatihan yang tersertifikasi.
“Para pekerja tidak dibekali dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri dalam melaksanakan pekerjaanya,” tuturnya.
Oleh karenanya, Komnas HAM terkait dengan hal itu merekomendasikan supaya lahan tersebut ditutup permanen dan juga dikembalikan sebagai kawasan konservasi.
Tak hanya itu, Komnas HAM meminta kepada TNI untuk ke depannya memastikan agar tidak ada lagi warga sipil yang terlibat dalam kegiatan pemusnahan yang dinilai berbahaya itu.
Sebelumnya diberitakan, sebuah insiden tragis terjadi di lokasi pemusnahan munisi afkir milik TNI Angkatan Darat di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, pada Senin pagi.
Ledakan hebat yang terjadi sekitar pukul 09.30 WIB menyebabkan 13 orang meninggal dunia, terdiri dari anggota TNI dan warga sipil.
Halaman Selanjutnya
Namun, saat ledakan terjadi, sejumlah orang tengah berada di dalam lubang dan beberapa lainnya berada di sekitar lubang yang sedang mengangkut material detenator.