Washington, VIVA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada hari Senin, 19 Mei 2025, menandatangani undang-undang baru yang mengkriminalisasi pengunggahan gambar intim sebagai tindakan balas dendam, termasuk yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan (AI).
Undang-undang yang diberi nama Take It Down Act ini disahkan dengan dukungan bipartisan kuat dari Kongres dan kini menjadikan penerbitan gambar intim tanpa persetujuan sebagai kejahatan federal.
“Dengan maraknya pembuatan gambar AI, banyak sekali wanita yang telah dilecehkan dengan deepfake dan gambar eksplisit lainnya yang didistribusikan tanpa keinginan mereka,” kata Trump dalam upacara penandatanganan di Rose Garden, Gedung Putih.
Presiden AS Donald Trump di Forum Dewan Kerjasama Negara Arab di Teluk (GCC)
Photo :
- AP Photo/Alex Brandon
“Dan hari ini kami menjadikannya sepenuhnya. Siapa pun yang dengan sengaja mendistribusikan gambar eksplisit tanpa persetujuan subjek akan menghadapi hukuman tiga tahun penjara," tambah Trump, dikutip dari The Sundaily, Selasa 20 Mei 2025.
UU ini juga mengharuskan platform media sosial dan situs web memiliki prosedur untuk segera menghapus gambar intim nonkonsensual setelah menerima pemberitahuan dari korban.
Ibu Negara Melania Trump, yang sebelumnya mendukung RUU ini sejak Maret, turut hadir dalam upacara tersebut, penampilan publik yang jarang ia lakukan sejak suaminya menjabat pada 20 Januari.
Ia menyambut baik pengesahan RUU ini, dan menyebutnya sebagai kemenangan nasional yang akan membantu orang tua dan keluarga melindungi anak-anak dari eksploitasi daring.
“Undang-undang ini merupakan langkah maju yang kuat dalam upaya kami untuk memastikan bahwa setiap warga Amerika, terutama kaum muda, dapat merasa lebih terlindungi dari penyalahgunaan citra atau identitas mereka,” ujar Melania Trump.
Fenomena deepfake kini telah menjadi perhatian global karena kemampuannya menciptakan video atau gambar palsu yang sangat meyakinkan menggunakan AI.
Gambar-gambar porno palsu sering dibuat dari wajah wanita nyata dan disebarkan secara luas tanpa izin. Meskipun beberapa negara bagian seperti California dan Florida telah memiliki regulasi tersendiri, RUU federal ini memperkuat perlindungan hukum secara nasional.
Namun, Take It Down Act tidak lepas dari kritik. Electronic Frontier Foundation (EFF), lembaga advokasi kebebasan berekspresi digital, memperingatkan bahwa undang-undang ini bisa memberi ruang bagi penyalahgunaan wewenang.
RUU ini dinilai memberi pihak yang berkuasa rute baru yang berbahaya untuk memanipulasi platform agar menghapus ucapan yang sah yang tidak mereka sukai.
Sementara itu, para pakar menilai ancaman deepfake nonkonsensual telah meluas ke kalangan masyarakat umum.
Ilustrasi nonton film porno.
Kasus-kasus pornografi AI telah dilaporkan di sekolah-sekolah di berbagai negara bagian AS, di mana ratusan remaja menjadi korban teman sekelasnya sendiri.
Tak hanya selebritas seperti Taylor Swift, perempuan biasa juga menjadi sasaran eksploitasi digital ini. Para ahli memperingatkan bahwa penyebaran citra nonkonsensual tersebut dapat menimbulkan pelecehan, perundungan, pemerasan, hingga kerusakan mental jangka panjang.
Renee Cummings, pakar etika AI dan data sekaligus kriminolog di University of Virginia, menilai RUU ini sebagai kemajuan penting.
“Efektivitasnya akan bergantung pada penegakan hukum yang cepat dan pasti, hukuman berat bagi pelaku, dan kemampuan beradaptasi secara langsung terhadap ancaman digital yang muncul,” katanya.
Dengan langkah ini, AS berupaya mengejar regulasi terhadap eksploitasi seksual berbasis teknologi yang terus berkembang, sebuah tantangan besar di era AI dan media digital.
Halaman Selanjutnya
Ia menyambut baik pengesahan RUU ini, dan menyebutnya sebagai kemenangan nasional yang akan membantu orang tua dan keluarga melindungi anak-anak dari eksploitasi daring.