Mataram, VIVA – Yayasan RSI NTB kembali menjadi sorotan publik setelah seorang warga Mataram bernama Kartini menuliskan surat terbuka yang mengritik pengelolaan yayasan.
Kartini menyoroti utang yayasan sebesar Rp 2,7 miliar kepada kontraktor Soenarijo yang hingga kini belum dilunasi, meskipun telah ada putusan inkrah dari Mahkamah Agung (MA).
Dalam suratnya, Kartini mengungkapkan kekecewaannya terhadap Yayasan RSI NTB yang dianggap tidak menepati janji pembayaran.
Ia mempertanyakan bagaimana lembaga yang menggunakan label Islam dalam namanya bisa mengabaikan kewajiban finansial.
Ilustrasi utang.
Photo :
- Dokumentasi House Demolitions Brisbane.
"Label Islam seharusnya tidak mentolerir jiwa khianat pengelolanya di yayasan," tulis Kartini dikutip Sabtu 10 Mei 2025.
Kartini dalam surat terbukanya juga mempertanyakan kondisi keuangan yayasan yang memilih mencicil utang sebesar Rp 2,7 miliar. Hal ini dianggapnya sebagai indikasi krisis keuangan.
"Apakah sudah sedemikian terpuruknya keuangan Yayasan RSI NTB, sehingga utang sebesar Rp2,7 miliar mesti dicicil?" katanya.
Kartini juga mendesak pendiri dan pembina yayasan untuk segera turun tangan menata ulang manajemen, memastikan pengelolaan yang lebih transparan dan akuntabel.
Ia menekankan pentingnya menjaga marwah yayasan yang dikenal sebagai lembaga keagamaan berbasis nilai Islam.
Eksekusi Harus Dilakukan
Kasus ini bermula dari kontrak kerja antara Yayasan RSI NTB dan kontraktor Soenarijo pada 11 Juni 2020. Kontrak senilai Rp11,2 miliar tersebut untuk renovasi gedung SD IT Yarsi Mataram. Namun, pada 29 Juni 2021, kontraktor S diminta berhenti bekerja secara sepihak, dan yayasan menunjuk kontraktor lain tanpa alasan yang jelas.
Kasus ini kemudian bergulir ke ranah hukum. Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Nomor 831/PK/Pdt/2024 menguatkan kewajiban yayasan untuk membayar sisa utang sebesar Rp2,7 miliar kepada kontraktor Soenarijo. Putusan ini memperkuat keputusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 273/Pdt.G/2021/PN Mtr tanggal 23 Maret 2022.
Dengan putusan yang telah inkrah, Pengadilan Negeri Mataram mengeluarkan surat panggilan aanmaning (teguran) pada 17 Maret 2025 melalui surat Nomor 10/Pdt.Eks./2025/PN Mtr. Teguran ini menjadi langkah awal sebelum eksekusi jika yayasan tidak segera melaksanakan pembayaran.
Kuasa hukum kontraktor, Satrio Edi Suryo, telah mengajukan permohonan eksekusi sejak 28 April 2025. Aset milik yayasan telah diajukan untuk disita sebagai jaminan pembayaran utang, dan bisa dilelang jika pembayaran tidak dilakukan.
Halaman Selanjutnya
Ia menekankan pentingnya menjaga marwah yayasan yang dikenal sebagai lembaga keagamaan berbasis nilai Islam.