Jakarta, VIVA – Tanpa kita sadari, berbagai kecanggihan dalam HP Android yang kita gunakan saat ini merupakan hasil dari perjalanan inovasi panjang. Teknologi yang kini terasa umum dulunya merupakan gebrakan luar biasa. Beberapa inovasi mampu bertahan dan menjadi standar industri, sementara yang lainnya tenggelam begitu saja karena berbagai alasan.
Menariknya, tidak semua kegagalan adalah hal buruk. Meski banyak ide cemerlang gagal di pasar, proses eksperimen tersebut menjadi batu loncatan penting bagi para produsen untuk menciptakan perangkat yang lebih baik di masa depan. Di tengah ketatnya persaingan industri smartphone, setiap ide baru harus benar-benar matang, baik dari sisi teknis maupun minat pasar.
Berikut adalah tujuh inovasi paling unik dan berani yang pernah diperkenalkan dalam dunia Android, namun sayangnya berakhir gagal. Meskipun terlihat revolusioner, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua ide brilian bisa diterima konsumen.
1. Layar Mengelilingi Ponsel – Xiaomi Mi Mix Alpha
Pada tahun 2019, Xiaomi merilis Mi Mix Alpha, ponsel dengan layar yang melingkupi hampir seluruh bodinya, termasuk bagian belakang. Inovasi ini terlihat futuristik dan menakjubkan secara visual. Namun dalam praktiknya, desain ini tidak efisien. Karena hanya satu sisi layar yang bisa digunakan secara optimal, bagian belakang menjadi mubazir dan rentan goresan.
2. Ponsel Modular – Google Project Ara
Google sempat mengembangkan Project Ara, sebuah konsep smartphone modular yang memungkinkan pengguna mengganti bagian perangkat, seperti kamera atau baterai, secara terpisah. Meskipun ramah lingkungan dan fleksibel, ide ini gagal menarik minat pasar. Sebagian besar pengguna lebih memilih kemudahan dibanding merakit perangkat mereka sendiri.
3. Proyektor Terintegrasi – Samsung Galaxy Beam
Galaxy Beam dari Samsung mencoba menyatukan ponsel dan proyektor mini dalam satu perangkat. Meski terkesan canggih, kualitas proyeksi yang dihasilkan sangat rendah, ditambah baterainya boros dan spesifikasinya kurang mumpuni. Alhasil, fitur ini dianggap gimmick semata.
4. Ponsel Gaming dengan Kontrol Fisik – Sony Ericsson Xperia Play
Dikenal sebagai "PSP Phone", Xperia Play dirancang untuk gamer dengan kontrol fisik seperti konsol. Sayangnya, sebagian besar game Android saat itu tidak kompatibel dengan tombol fisik ini. Ditambah lagi, kontrol sentuhnya kurang responsif dibanding perangkat gaming lainnya, membuat fitur unggulannya tak dimaksimalkan.
5. Desain Persegi dengan Keyboard Putar – Motorola Flipout
Motorola mencoba tampil beda lewat Flipout, ponsel mungil berbentuk persegi dengan keyboard fisik QWERTY yang bisa diputar. Sayangnya, ukuran tombolnya terlalu kecil dan tidak nyaman digunakan. Ditambah layar kecil serta performa perangkat yang tertinggal zaman, HP ini kurang diminati.
6. Layar Melengkung – LG G Flex dan Samsung Galaxy Round
Layar melengkung sempat dianggap sebagai masa depan desain HP. LG G Flex dan Samsung Galaxy Round mencoba mewujudkannya. Sayangnya, desain melengkung ini membuat perangkat rentan rusak dan mahal untuk diperbaiki. Selain itu, manfaatnya untuk pengguna biasa tidak terasa signifikan.
7. Kamera Bermotor – Vivo, Oppo, Asus, dan Lainnya
Kamera bermotor seperti pop-up selfie atau flip camera sempat menjadi tren. Meskipun inovatif, desain ini makan banyak ruang di dalam perangkat dan menambah risiko kerusakan. Dengan meningkatnya kebutuhan untuk ruang baterai dan sensor tambahan, produsen pun perlahan meninggalkan konsep ini.
Inovasi memang penting dalam dunia teknologi, tetapi tidak semua ide cemerlang bisa diterima pasar. Kegagalan demi kegagalan justru menjadi pelajaran berharga untuk menghasilkan produk yang lebih matang dan sesuai kebutuhan konsumen. Jika beberapa dari teknologi ini masih eksis, kira-kira mana yang ingin kamu coba?
Halaman Selanjutnya
Google sempat mengembangkan Project Ara, sebuah konsep smartphone modular yang memungkinkan pengguna mengganti bagian perangkat, seperti kamera atau baterai, secara terpisah. Meskipun ramah lingkungan dan fleksibel, ide ini gagal menarik minat pasar. Sebagian besar pengguna lebih memilih kemudahan dibanding merakit perangkat mereka sendiri.