Anies Baswedan Bicara Bonus Demografi Seperti Gibran, Apa Isinya?

3 hours ago 3

Jakarta, VIVA – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan turut bicara soal bonus demografi. Dia turut menjelaskan makna hingga tantangan menjadi negara yang mendapatkan bonus demografi.

Hal itu diungkap Anies Baswedan melalui cuitan di akun 'X' yang dikutip pada Selasa 22 April 2025. Dia menjelaskan bahwa saat ini waktu tengah berpihak kepada Indonesia.

"Bonus demografi sering disebut sebagai pintu emas menuju Indonesia maju, tapi benarkah akan otomatis jadi berkah? Di negeri ini, waktu tampak sedang berbaik hati. Kita tengah memasuki fase langka, yaitu bonus demografi. Usia produktif sedang memuncak, menawarkan gegap gempita akan masa depan. Tapi, di balik janji statistik itu, ada tantangan besar yang kerap luput dari sorotan," ujar Anies Baswedan dalam cuitannya.

Dia menegaskan bahwa cuitannya tentang bonus demografi bukan semata-mata ingin mematikan optimisme. Melainkan, cuitannya dibuat sebagai pengingat negara.

"Utas ini bukan hendak menyiram air pada bara optimisme. Sebaliknya, ini adalah pengingat. Bahwa hanya bangsa yang menyadari ujian-ujian besarnya, yang akan mampu menata masa depannya. Janji kemerdekaan hanya bisa ditepati jika kita tahu jalan mana yang harus diluruskan," kata Anies.

Anies bertanya-tanya soal pihak yang justru menganggap bonus demografi merupakan berkah otomatis. Dia menyebut, bonus demografi merupakan dimana masyarakat banyak yang usianya masih muda namun sudah tidak produktivitas.

"Anak muda kini hidup dalam tekanan berlapis. Harus sukses cepat, menopang keluarga, mengatasi ketidakpastian kerja, dan membangun masa depan di tengah ruang hidup yang kian mahal. Mereka bukan hanya generasi yang tangguh, tapi generasi yang sibuk, dan generasi yang letih. Anak muda disebut penopang kemajuan, tapi siapa yang menopang mereka? Di balik label produktif, tumbuh fenomena senyap tekanan psikis, gangguan mental, dan rasa hampa. Dunia kerja menuntut kecepatan, tapi lupa menyediakan ruang untuk bernapas. Ini bukan bonus, tapi beban," kata Anies.

Pun, Anies bicara terkait jurang aspirasi antara yang tua dan yang muda. Pasalnya, saat ini Indonesia memiliki usia kesenjangan namun masih didominasi oleh pihak yang tua.

"Yang muda bicara kolaborasi, keterbukaan, dan lompatan. Yang tua bicara kehati-hatian dan stabilitas. Tapi ruang pengambil keputusan masih didominasi kultur lama yang lamban, eksklusif, dan hierarkis. Ketika ide-ide segar dan aspirasi terhenti di meja birokrasi, bukan hanya gagasan yang mati, tapi juga semangat untuk percaya. Bonus ini bisa berubah menjadi jurang yang memisahkan cara pandang. Jika tak dijembatani, maka lahirlah sinisme terhadap institusi," sebutnya.

Anies juga mengungkit narasi 'anak muda pekerja keras'. Anies melihat ada tersembunyi kenyataan yang lebih pahit di balik narasi tersebut. 

"Mereka bertahan hidup, bukan bertumbuh. Mereka sibuk, tapi tak selalu sejahtera. Dan bila sistem tetap diam, maka yang muncul adalah generasi pekerja yang kelelahan dalam senyap," beber Anies.

Dia menuturkan bahwa tidak semua bisa terhubung dengan dunia digital, AI, coding, bahkan ada yang masih berjuang untuk mendapatkan sinyal. Karena itu, menurutnya ada kesenjangan digital saat ini. 

Anies menegaskan waktu kini sudah tidak bisa diajak menunggu karena bonus demografi ada batas berlakunya. Dia mengingatkan dalam dua dekade ke depan, Indonesia akan menjadi negara dengan populasi menua.

Sehingga, kata Anies, bonus demografi justru bukan lagi menjadi hadiah tetapi ujian. Sebab, bonus demografi bukanlah hanya sebuah angka.

"Maka bonus demografi bukan hadiah, tapi ujian yang menantang kita untuk menyiapkan manusia dan tidak sekadar mengagungkan angka. Ujian yang mendesak kita menegakkan keadilan, bukan sekadar mengada-adakan pertumbuhan. Dan seperti janji kemerdekaan, ini pun harus dilunasi," ucap dia.

Anies menyebut, ada tiga hal untuk menghadapi bonus demografi saat ini. Hal yang pertama adalah pendidikan yang selalu menjadi kunci, kedua, membangun sistem ekonomi yang memberi ruang bagi yang kecil dan baru merintis.

"Ketiga, beri ruang bagi partisipasi anak muda dalam pengambilan keputusan. Mereka bukan sekadar pewaris masa depan tapi juga lpenentu hari ini," tandas Anies.

Gibran Bicara Bonus Demografi

Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming mengunggah video yang mengulas RI memiliki peluang besar yang perlu dikejar di tengah berbagai tantangan global. Salah satunya puncak bonus demografi di RI yang diprediksi terjadi pada 2030-2045.

"Saat ini, Indonesia berada dalam momen yang sangat menentukan. Berada di tengah beragamnya tantangan global, baik itu ekonomi, perang dagang, geopolitik, maupun perubahan iklim yang membawa perubahan di berbagai sektor. Tapi di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang besar, sebagai negara yang menaungi kehidupan 284 juta penduduknya, harus tetap tumbuh, harus tetap lincah, dan adaptif," kata Gibran dalam video unggahan di saluran YouTube resminya.

Wakil Presiden Gibran di acara Kadin Indonesia, JICC Senayan, Jakarta

Photo :

  • ANTARA/Andi Firdaus

"Teman-teman, tantangan ini memang ada, bahkan begitu besar. Tapi yakinlah, peluang kita juga jauh lebih besar. Tentu banyak yang sudah mendengar tentang bonus demografi, kondisi di mana lebih dari separuh penduduk suatu negara berada pada usia produktif. Ya, Indonesia akan mendapatkan puncak Bonus Demografi di tahun 2030 sampai tahun 2045," sambung dia.

Gibran menyebut puncak bonus demografi ini hanya terjadi sekali dalam peradaban suatu bangsa. Dia pun menggaungkan semua pihak dapat memanfaatkan peluang besar dengan adanya puncak bonus demografi tersebut.

"Kesempatan ini tidak akan terulang, di mana sekitar 208 juta penduduk kita akan berada di usia produktif, di mana generasi produktif, generasi muda, memiliki proporsi yang lebih besar, sehingga memiliki pengaruh signifikan dalam menentukan arah kemajuan. Ini adalah peluang besar kita, ini adalah kesempatan emas kita untuk mengelola bonus demografi agar bukan menjadi sekedar bonus, bukan menjadi sekedar angka statistik yang fantastis, tapi justru sebagai jawaban untuk masa depan Indonesia, di mana faktor penentunya ada di teman-teman semua," ujar Gibran.

Gibran pun mendorong anak muda meningkatkan produktifitas di segala bidang. Dia mengungkit prestasi cemerlang anak bangsa di industri perfilman dan di bidang sepakbola.

"Karena kita, generasi muda, bukan sekadar bonus, kita adalah jawaban atas tantangan masa depan. Kita lihat sendiri saat ini, banyak anak-anak muda kita yang sudah tampil di garis depan. Kemarin saya menonton film Jumbo, hasil karya animator muda Indonesia, yang saat ini sudah menembus 4 juta penonton, serta akan ditayangkan di 17 negara Asia dan Eropa," ujar Gibran.

"Ini menjadi era baru industri animasi Indonesia. Timnas U17 kita untuk pertama kalinya lolos via kualifikasi ke Piala Dunia dan menjadi satu-satunya wakil dari Asia Tenggara. Ini adalah kekuatan kita sebagai generasi muda, kita harus selalu siap dan mempersiapkan diri," lanjut dia.

Gibran menekankan anak muda harus mampu beradaptasi dan menjadi penggerak kemajuan. Dia mengatakan membawa kemajuan RI menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk anak muda.

"Kita harus punya mimpi besar dan keberanian untuk melakukan terobosan. Kita harus mampu beradaptasi dan menjadi penggerak kemajuan. Karena penentu di era kompetisi saat ini adalah bukan siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling cepat belajar, cepat beradaptasi, dan cepat memanfaatkan peluang," kata Gibran.

Lebih lanjut Gibran mengatakan pembangunan bangsa telah dilakukan selama puluhan tahun dan merupakan hasil kolaborasi dan kerja keras seluruh komponen bangsa. Dia menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk membawa RI lebih baik.

"Pemerintah tidak akan dapat melakukan pembangunan sendirian. Pemerintah tidak akan dapat bekerja sendirian dalam mewujudkan kemajuan negeri yang kita cintai ini. Oleh sebab itu kita butuh kolaborasi, kita butuh persatuan, kita butuh budaya kompetisi yang saling membangun. Kita butuh ruang untuk tumbuh sehingga Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang lebih terang dapat kita wujudkan bersama-sama," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya

"Anak muda kini hidup dalam tekanan berlapis. Harus sukses cepat, menopang keluarga, mengatasi ketidakpastian kerja, dan membangun masa depan di tengah ruang hidup yang kian mahal. Mereka bukan hanya generasi yang tangguh, tapi generasi yang sibuk, dan generasi yang letih. Anak muda disebut penopang kemajuan, tapi siapa yang menopang mereka? Di balik label produktif, tumbuh fenomena senyap tekanan psikis, gangguan mental, dan rasa hampa. Dunia kerja menuntut kecepatan, tapi lupa menyediakan ruang untuk bernapas. Ini bukan bonus, tapi beban," kata Anies.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |