Jakarta, VIVA – Beberapa hakim tertangkap karena terjerat kasus suap. Terbaru, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan sejumlah hakim, ditangkap Kejaksaan Agung lantaran terkait kasus suap Rp 60 miliar putusan lepas atau onslag kasus korupsi crude palm oil atau CPO.
Untuk mengantisipasi persoalan serupa terjadi di lain waktu, DPR RI mengaku akan melakukan pengetatan pada proses seleksi hakim. Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir mengatakan pihaknya akan memperketat proses seleksi termasuk hakim agung sehingga integritasnya tetap terjaga.
"Iya, seleksinya itu diperketat. Termasuk juga nanti seleksi Hakim Agung itu juga akan kita perketat," kata Adies kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dalam rapat paripurna pengesahan RUU Minerba menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Februari 2025 (sumber: tangkapan layar YouTube TV Parlemen)
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Adies menjelaskan, rencana ini sebetulnya sudah dibicarakan oleh Sunarto selaku pimpinan Mahkamah Agung (MA). Bahkan, MA kini telah memanfaatkan digitalisasi untuk menentukan majelis hakim dalam sebuah perkara.
"Sekarang di Mahkamah Agung saja untuk menentukan majlis Hakim itu, itu pakai komputer semua. Diacak semua, jadi tidak ada lagi pesan-pesan hakim," katanya.
"Nah ini kemarin kan baru mau diterapkan sampai dengan tingkat banding dan tingkat pertama Pengadilan Negeri. Tapi kan sudah terjadi yang seperti itu (hakim terjerat kasus korupsi). Niat beliau ini sangat mulia, jadi ingin supaya hakim itu begitu," sambungnya.
Tak hanya itu, MA juga berencana untuk menerapkan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan terhadap hakim-hakim yang akan bertugas di daerah-daerah dengan potensi godaan yang besar.
"Hakim-hakim yang ingin masuk terutama daerah-daerah yang potensi godaannya besar, seperti Jawa apalagi di Jakarta, itu akan dibuatkan semacam fit and proper di Mahkamah Agung," tutur Adies.
Para hakim juga akan dilihat track record dan integritasnya selama menangani suatu kasus.
"Jadi tidak hanya semata-mata karena ini putusannya bagus, ini orangnya pintar, tapi semua mentalnya juga, ada psikotesnya juga dan lain-lain," tandas dia.
Kejaksaan Agung sebelumnya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan putusan vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Tujuh orang yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut yakni Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Wahyu Gunawan, serta 3 hakim dalam Majelis Hakim yang memberikan putusan vonis lepas yakni Hakim Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim dan Hakim anggota Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
"Dan terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar kepada wartawan Sabtu malam.
Halaman Selanjutnya
"Hakim-hakim yang ingin masuk terutama daerah-daerah yang potensi godaannya besar, seperti Jawa apalagi di Jakarta, itu akan dibuatkan semacam fit and proper di Mahkamah Agung," tutur Adies.