VIVA – Israel baru-baru ini menuduh Mahkamah Internasional (ICJ) bersikap antisemitisme setelah pengadilan tersebut mulai menggelar sidang mengenai kewajiban Israel untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan di wilayah Palestina yang diduduki, khususnya di Gaza.
Sidang ini dilakukan dengan fokus pada apakah Israel telah melanggar kewajibannya untuk memastikan bantuan yang sangat dibutuhkan bisa sampai kepada warga sipil Palestina di Gaza.
Pernyataan keras ini datang dari Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa'ar, yang mengatakan bahwa PBB dan ICJ telah menjadi lembaga yang "anti-Israel." Ia mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap proses hukum yang dilakukan ICJ yang menurutnya merupakan upaya memalukan terhadap negara Israel.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar
"PBB telah menjadi badan yang busuk, anti-Israel, dan anti-Semit. Pada saat ini, Mahkamah Internasional sedang memulai musyawarah dalam proses hukum memalukan lainnya terhadap Israel" kata Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa'ar dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Anadolu Ajansi.
Sejak 2 Maret 2025, Israel telah menutup penyeberangan perbatasan Gaza yang menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan seperti makanan, obat-obatan, dan barang komersial lainnya ke wilayah kantong tersebut. Tindakan ini telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang semakin dalam.
Organisasi-organisasi internasional, kelompok hak asasi manusia, dan badan PBB melaporkan bahwa pembatasan ini menambah penderitaan bagi lebih dari dua juta penduduk Gaza yang sudah terjebak dalam kondisi sulit akibat serangan militer Israel yang berlangsung sejak Oktober 2023.
Israel juga baru-baru ini mengesahkan dua undang-undang yang kontroversial pada bulan Oktober 2024. Undang-undang ini melarang operasional badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di wilayah Israel dan Palestina yang diduduki.
Selain itu, otoritas Israel dilarang berhubungan dengan badan PBB ini. Pemerintah Israel menuduh karyawan UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meskipun UNRWA membantah keras tuduhan tersebut.
UNRWA yang didirikan pada tahun 1949 telah berfungsi sebagai saluran bantuan utama bagi pengungsi Palestina dengan lebih dari 5,9 juta orang yang bergantung pada bantuan mereka di Gaza, Tepi Barat, Yordania, Suriah, dan Lebanon. Keputusan ini sangat kontroversial karena UNRWA sudah menjadi lembaga yang sangat penting bagi warga Palestina yang terpaksa tinggal di pengungsian selama puluhan tahun.
Sementara itu, serangan militer Israel di Gaza terus berlanjut sejak Maret 2025, meskipun ada upaya untuk mencapai gencatan senjata. Sejak awal konflik pada Oktober 2023, lebih dari 52.200 warga Palestina telah tewas, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Angka korban yang terus meningkat ini memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza dan semakin memperburuk ketegangan antara Israel dan komunitas internasional.
Halaman Selanjutnya
Israel juga baru-baru ini mengesahkan dua undang-undang yang kontroversial pada bulan Oktober 2024. Undang-undang ini melarang operasional badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di wilayah Israel dan Palestina yang diduduki.