Jakarta, VIVA - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Termasuk jika nantinya keputusan ini akan berdampak pada kebijakan pemerintah yang lain.
"Tentu saja pemerintah menghormati apa yang menjadi keputusan MK. Tentu akan menjalankan keputusan tersebut, manakala keputusan tersebut berkonsekuensi terhadap kebijakan-kebijakan di internal pemerintahan," kata Prasetyo kepada wartawan Rabu, 30 April 2025.
Mensesneg RI, Prasetyo Hadi
Photo :
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Meski begitu, Prasetyo menekankan pemerintah belum menerima salinan atas kebijakan tersebut. Dia mengatakan akan berkoordinasi setelah menerima salinan putusan MK.
"Secara resmi kami belum menerima petikan atau salinan dari keputusan MK tersebut, yang tentunya nanti segera akan kami koordinasikan," tuturnya.
Di lain sisi, Prasetyo menegaskan kebebasan berpendapat sejatinya sudah dilindungi dalam Undang-Undang Dasar RI 1945. Melalui keputusan tersebut, ia berharap masyarakat dalam berpendapat tetap dilandasi rasa tanggung jawab.
"Penting adalah marilah kebebasan berpendapat itu tetap harus dilandasi dengan rasa tanggung jawab. Sehingga, yang disebut dengan kebebasan berpendapat tidak menyampaikan segala sesuatu yang tidak menghormati pihak-pihak yang lain, yang tidak menggunakan data yang berlandaskan kebencian. Dan hal-hal negatif lainnya, saya kira itu yang paling prinsip dari hasil keputusan MK," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dua permohonan uji materiil mengenai Undang-undang Informasi Transaksi Elektonik (ITE). Gugatan tersebut dilayangkan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan dengan nomor perkara: 105/PUU-XXII/2024, dan Jovi Andrea Bachtiar dengan nomor perkara: 155/PUU-XXII/2024.
Pemohon pertama, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, menggugat Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) dan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024.
MK menyatakan ketentuan dalam Pasal 27A dan Pasal 45 Ayat (4) UU ITE tidak berlaku untuk lembaga pemerintah, institusi, profesi, korporasi, jabatan, serta kelompok yang memiliki identitas tertentu.
MK menegaskan bahwa frasa 'orang lain' dalam Pasal 27A dan Pasal 45 Ayat (4) UU ITE harus dimaknai sebagai individu atau perseorangan.
Diketahui, Pasal 27A sebelumnya berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik”.
Sedangkan, Pasal 45 Ayat (4) berbunyi: “Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 400.000.000”.
Sementara, Pasal 28 Ayat (2) sebelumnya berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik”.
Lalu, Pasal 45A Ayat (2) berbunyi: “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000”.
Sedangkan pemohon kedua, Jovi Andrea Bachtiar meminta MK untuk mengubah sejumlah pasal dalam UU ITE dan KUHP. Pasal-pasal yang dimaksud adalah Pasal 310 Ayat (3) KUHP, Pasal 27 Ayat (1) UU ITE 2024, Pasal 28 Ayat (3), Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2) Huruf a, Pasal 45 Ayat (7), dan Pasal 45A Ayat (3).
Dalam permohonannya, Jovi menyebut pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28E Ayat (2) dan Ayat (3), serta Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945.
MK dalam putusannya mengabulkan sebagian permohonan dari Jovi tersebut, yaitu terkait dengan Pasal 28 Ayat (3) dan Pasal 45A Ayat (3) UU ITE yang semula berbunyi sebagai berikut.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan kata 'kerusuhan' dalam Pasal 28 Ayat (3) dan Pasal 45A Ayat (3) UU ITE bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber'.
Diketahui, Pasal 28 Ayat (3) UU ITE sebelumnya berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat."
Sedangkan Pasal 45A Ayat (3) UU ITE berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00."
MK juga menyatakan permohonan pemohon sepanjang frasa 'dilakukan demi kepentingan umum' dalam Pasal 45 Ayat (2) huruf a UU 1/2024 serta frasa 'melanggar kesusilaan' dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 45 Ayat (1) UU 1/2024 tidak dapat diterima.
Pasal 45 Ayat (2) huruf a UU ITE berbunyi: "Perbuatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan demi kepentingan umum;"
Pasal 27 Ayat (1) berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Sedangkan Pasal 45 Ayat (1) berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00."
Halaman Selanjutnya
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dua permohonan uji materiil mengenai Undang-undang Informasi Transaksi Elektonik (ITE). Gugatan tersebut dilayangkan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan dengan nomor perkara: 105/PUU-XXII/2024, dan Jovi Andrea Bachtiar dengan nomor perkara: 155/PUU-XXII/2024.