Jakarta, VIVA - Kementerian Agama (Kemenag) menyebut jemaah calon haji tak diinapkan berdasarkan kelompok terbang (kloter) saat berada di Makkah. Akan tetapi, sesuai dengan syarikah yang melayani di tempat itu sesuai dengan sistem terkini diterapkan Pemerintah Arab Saudi.
Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama, Muchlis Hanafi menjelaskan awalnya secara ideal jemaah satu kloter dilayani satu syarikah atau perusahaan layanan haji, sehingga diinapkan dalam satu hotel yang sama saat di Makkah.
Namun, kata dia, ada sejumlah hal yang membuat rencana itu tak dapat dilakukan. Menurut dia, ada beberapa persoalan seperti terlambat haji beberapa anggota jemaah hingga berujung anggota dalam satu kloter terpisah di beberapa syarikah.
Maka dari itu, ia menegaskan Kementerian Agama telah berupaya agar jemaah dari satu kloter tetap menginap di satu hotel yang sama saat di Madinah meski ditangani syarikah berbeda.
"Terkait kloter campuran ini, satu kloter terdiri dari jemaah berbagai syarikah. Kita tahun ini penyediaan layanan haji bagi jemaah kita di Arab Saudi dilakukan delapan syarikah. Idealnya satu kloter dilayani satu syarikah, one kloter one syarikah. Idealnya begitu," kata dia pada Senin, 12 Mei 2025.
Ilustrasi pelaksanaan ibadah haji.
Photo :
- VIVA.co.id/Muhammad Faidurrahman (Kalsel)
Kata dia, jemaah harus diinapkan sesuai dengan syarikah yang melayani saat di Makkah. Hal inilah yang membuat jemaah dari satu kloter menginap terpisah di beberapa hotel saat tiba di Makkah.
"Karena layanan di Makkah ini berbasis syarikah, maka konsekuensinya penempatan jemaah di hotel juga disesuaikan berdasarkan syarikah penyedia layanan," ujar Ketua Petugas Penyelanggara Ibadah Haji (PPIH) ini.
Namun demikian, Muchlis menjamin hal tersebut tidak akan mengurangi hak jemaah calon haji Indonesia. Kata dia, seluruh layanan mulai dari penginapan, konsumsi, hingga transportasi akan diberikan sesuai standar yang telah ditetapkan.
Di samping itu, Muchlis menjelaskan penempatan jemaah di hotel sesuai syarikah akan memudahkan saat pelaksanaan wukuf di Arafah hingga mabit di Muzdalifah dan Mina atau Armuzna yang merupakan puncak haji. Sehingga, kata dia, seluruh layanan di Armuzna diatur oleh syarikah.
"Penataan berbasis syarikah ini justru akan memperkuat efektivitas layanan. Jadi memang Kementerian Haji itu strict (ketat). Harus berbasis syarikah. Harapan mereka lebih efektif diberikan terutama fase Armuzna ya, ini fase yang paling krusial," ungkapnya.
Saat ini, kata Muchlis, Kementerian Agama telah berkoordinasi dengan delapan syarikah agar calon haji yang suami istri, lansia, atau disabilitas yang berangkat dengan pendamping bisa diinapkan di hotel yang sama meski berbeda syarikah. Sebab, urusan kemanusiaan juga menjadi fokus para syarikah.
"Faktor kemanusiaan itu tidak bisa diabaikan. Mereka sangat memperhatikan itu," pungkasnya.(Ant)
Halaman Selanjutnya
"Karena layanan di Makkah ini berbasis syarikah, maka konsekuensinya penempatan jemaah di hotel juga disesuaikan berdasarkan syarikah penyedia layanan," ujar Ketua Petugas Penyelanggara Ibadah Haji (PPIH) ini.