VIVA – Toyota menjajaki bisnis mobil listrik di China berawal dari kolaborasi BYD dan FAW dengan membuat BEV (Battery Electric Vehicle) bernama Toyota bZ3C, dan kini pabrikan Jepang itu menggandeng GAC Group.
Kolaborasi Toyota Motor Company dengan Guangzhou Automobile Group (GAC) sudah cukup lama, namun model yang mereka jual awalnya fokus di kendaraan bermesin bahan bakar, dan hybrid.
Mulai tahun ini GAC Toyota mengembangkan BEV untuk pasar Tiongkok, dan salah satu produk baru mereka laku keras, yaitu Toyota bZ3X. SUV listrik yang satu platform dengan Aion V itu dipesan 10 ribu unit hanya dalam waktu satu jam setelah peluncuran.
Mobil listrik Neta X
Photo :
- VIVA.co.id/Muhammad Indra Nugraha
Setelah sukses membuat mobil pelahap seterum bersama brand lokal, kini Toyota melihat peluang baru untuk mengembangkan sayapnya di China, yaitu membeli saham Neta Auto.
Menurut laporan Kuai Technology, pada 12 Mei 2025, Toyota dilaporkan sedang evaluasi untuk akuisisi startup kendaraan listrik asal negeri tirai bambu itu karena nasibnya sudah diujung tanduk alais bangkrut.
Berdasarkan informasi Carnewschina, Hozon New Energy Auto mendirikan Neta sejak 2014, dan baru berjalan 10 tahun mereka mengalami krisis, tepatnya pada pertengahan 2024.
Neta Auto diketahui sudah menghentikan produksinya. Melakukan pemecatan atau PHK massal, dan startup itu berusaha keras mencari dana segar agar tetap bertahan.
Pada 10 Februari 2025, Neta sempat mengungkapkan rencana investasi baru dari pihak lain, yaitu sebesar 4 miliar yuan atau setara Rp9 triliun, namun sayangnya gagal.
Sementara investor utama, yang didukung dari dana negara berkembang BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan) sempat menjanjikan 3 miliar yuan, atau setara Rp6 triliunan. Tapi uang segar itu tergantung pada kembalinya produksi dan pengamanan investasi.
Artinya tidak terwujud jika berkaca dari komitmen tersebut. Karena pabrik Neta di Tongxiang walaupun sempat dibuka kembai pada awal Januari 2025, produksi tidak pernah dilanjutkan karena kekurangan suku cadang.
Kegagalan tersebut membuat investor menarik diri, dan membatalkan kesepakatan. Secara finansial, Neta telah membukukan kerugian kumulatif sebesar 18,3 miliar yuan, atau setara Rp42,1 triliun selama tiga tahun.
Selain itu Neta atau Hozon berutang kepada pemasok sebesar 6 miliar yuan, atau setara Rp13,8 triliun. Perusahaan mengusulkan untuk mengubah 70 persen utang pemasok menjadi ekuitas dan membayar sisanya secara mencicil, dengan peringatan bahwa perusahaan dapat gagal bayar upah dan asuransi sosial tanpa modal baru.
Jika Neta bangkrut, investor pemerintah akan diprioritaskan dalam pembayaran utang, sehingga pemasok berada dalam risiko. Sedangkan di Indonesia, PT Neta Auto Indonesia masih bertahan jualan Neta V-II dan Neta X yang mereka rakit di PT Handal Motor Indonesia, namun beberapa jaringan dilernya sudah tutup.
Toyota dapat memanfaatkan aset Neta dan pengetahuan lokalnya untuk mempercepat peluncuran kendaraan listriknya di Tiongkok jika jadi akusisi.
Namun, Direktur Komunikasi Merek Toyota Tiongkok, Xu Yiming masih bungkam terkait rencana tersebut, bahkan dia membantahnya.
"Kami belum mendengar apa pun tentang ini,” ujar Xu Yiming.
Halaman Selanjutnya
Neta Auto diketahui sudah menghentikan produksinya. Melakukan pemecatan atau PHK massal, dan startup itu berusaha keras mencari dana segar agar tetap bertahan.