Jakarta, VIVA – Harga emas dunia cenderung stagnan pada Selasa pagi, 13 Mei 2025, setelah mengalami penurunan tajam hampir 2,7 persen di sesi sebelumnya. Situasi ini seiringan dengan pelonggaran tensi dagang Amerika Serikat-China hingga kesepakatan gencatan senjata di beberapa kawasan konflik.
Melansir dari CNBC, harga emas spot tercatat stagnan di level US$3.230,99 per ons atau setara sekitar Rp53,3 juta pada pukul 03.09 GMT. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS naik tipis 0,2 persen menjadi US$3.235,20 per ons, atau sekitar Rp53,4 juta.
Penurunan harga emas ini dipicu oleh beberapa perkembangan global. Salah satunya, ‘gencatan senjata’ dari perang tarif antara AS-Tiongkok. Kedua negara tersebut sepakat untuk mengurangi tarif timbal balik selama 90 hari, yang mana AS memangkas bea impor dari 145 persen menjadi 30 persen, sedangkan Tiongkok menurunkannya dari 125 persen menjadi 10 persen.
Ilustrasi harga emas dunia
Kesepakatan damai antara India dan Pakistan, serta sinyal meredanya konflik antara Rusia dan Ukraina, juga turut meredakan risiko geopolitik, yang mempengaruhi harga emas. Selain itu, indeks dolar melesat, dan pasar saham global mengalami reli besar-besaran, sehingga mengurangi daya tarik aset lindung nilai seperti emas.
Analis memperkirakan, harga emas akan cenderung bergerak dalam kisaran sempit dalam waktu dekat. Citi menurunkan target harga emas untuk 0 hingga 3 bulan ke depan menjadi US$3.150 per ons atau sekitar Rp52 juta, dengan proyeksi harga akan bertahan di rentang US$3.000 - US$3.300 per ons atau Rp49,5 - Rp54,5 juta.
”Prospek hubungan dagang yang lebih baik antara dua ekonomi terbesar dunia telah meningkatkan selera risiko dan menurunkan permintaan aset aman,” ujar Tim Waterer, Kepala Analis Pasar di KCM Trade.
Namun, Waterer juga menambahkan bahwa pelemahan dolar sempat memungkinkan emas untuk rebound ringan. “Pembeli mungkin masih tertarik saat harga terkoreksi, mengingat risiko ekonomi dan geopolitik belum benar-benar hilang.”
Pasar saat ini menantikan laporan CPI AS serta ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 55 basis poin tahun ini. Suku bunga yang lebih rendah biasanya menjadi angin segar bagi emas, namun stabilnya kondisi geopolitik bisa membatasi potensi penguatannya.
Di lain sisi, pasar saham global tengah mencatat penguatan signifikan. Indeks S&P 500 melonjak 3,2 persen, Dow Jones naik 2,8 persen, dan Nasdaq meroket hingga 4,3 persen. Saham-saham ritel seperti Target, Home Depot, dan Nike, serta raksasa teknologi seperti Nvidia, Amazon, Apple, dan Meta juga turut terdongkrak.
Sektor pengapalan juga menikmati euforia pasar, di mana saham Maersk dari Denmark naik lebih dari 12 persen, sementara Hapag-Lloyd dari Jerman melonjak hingga 14 persen.
Halaman Selanjutnya
Namun, Waterer juga menambahkan bahwa pelemahan dolar sempat memungkinkan emas untuk rebound ringan. “Pembeli mungkin masih tertarik saat harga terkoreksi, mengingat risiko ekonomi dan geopolitik belum benar-benar hilang.”