Jakarta, VIVA – Dalam situasi politik yang semakin dinamis, manuver dan strategi kerap dilakukan secara senyap. Banyak yang tak sadar kalau kekuasaan tak hanya ditentukan oleh hasil pemilu, tapi juga oleh permainan di balik layar.
Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah mengungkapkan, Operasi politik tak selalu berbentuk kampanye terbuka, kadang justru berlangsung dalam sunyi, lewat serangan personal, framing media, atau skenario hukum yang tampak sah secara prosedural.
Sufmi Dasco Ahmad dan Presiden Prabowo Subianto.
Orang-orang yang berada di lingkar kekuasaan menjadi sorotan utama. Mereka bukan sekadar pejabat atau politisi, tapi juga simbol kekuatan dan loyalitas. Maka saat satu per satu dari mereka mulai diserang, publik sebetulnya sedang diberi sinyal bahwa ada arus yang ingin menggoyang stabilitas dari dalam.
Amir menambahkan, belakangan ini, kecenderungan semacam itu semakin terlihat jelas. Beberapa nama besar mendadak muncul dalam narasi negatif, sebagian dikaitkan dengan isu hukum, sebagian lagi dengan gosip yang dilemparkan secara terstruktur.
Situasinya makin menarik karena serangan-serangan ini tak selalu diarahkan ke pemimpin utamanya, melainkan ke orang-orang yang setia mendampingi.
Melihat pola ini, bisa ditebak bahwa target sesungguhnya adalah stabilitas internal sebuah kekuatan politik. Jika wajah utamanya terlalu kuat untuk diserang, maka jalur alternatif adalah dengan menjatuhkan mereka yang berdiri di sekelilingnya.
Dengan begitu, daya tahan politiknya akan melemah secara perlahan tanpa harus berhadapan langsung di medan tempur terbuka.
Amir mengatakan hal ini kini mulai terlihat dalam konteks pemerintahan Prabowo Subianto. Ia menilai, ada upaya sistematis untuk melemahkan presiden terpilih itu dengan menyerang orang-orang kepercayaannya.
“Prabowo itu tidak bisa diserang secara langsung karena kekuatan elektoral dan posisi politiknya sekarang sangat kokoh. Tapi kalau orang-orang terdekatnya dilumpuhkan, maka perlahan ia akan melemah secara internal,” kata Amir dalam keterangannya yang dikutip Sabtu, 12 April 2025.
Amir menyebut tiga nama utama yang kini berada di garis depan manuver ini yaitu Sufmi Dasco Ahmad, Hashim Djojohadikusumo, dan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin. Ketiganya merupakan tokoh kunci di lingkaran Prabowo, baik dari sisi politik, ekonomi, maupun pertahanan.
“Hashim diserang dari sisi bisnis dan politik luar negeri. Sjafrie diserang dengan narasi masa lalu yang dikaitkan dengan isu-isu HAM dan militerisme,” papar Amir.
Serangan terhadap Sufmi Dasco Ahmad, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, menjadi salah satu contoh paling mencolok. Ia dikaitkan dengan isu pengelolaan judi online di Kamboja. Amir menegaskan bahwa narasi tersebut disusun secara masif dan tidak berdasar.
“Kalau tokoh sekelas Dasco bisa dijatuhkan dengan framing semacam ini, maka ini preseden buruk bagi demokrasi kita,” ujarnya.
Sementara itu, Hashim Djojohadikusumo, sebagai adik kandung Prabowo sekaligus pengusaha dengan pengaruh besar, juga tidak luput dari serangan. Ia disebut-sebut menjadi sasaran dari sisi kebijakan ekonomi dan pendekatan politik luar negeri yang dianggap terlalu mandiri.
Di sisi lain, Sjafrie Sjamsoeddin yang memiliki latar belakang militer dan kedekatan dengan komunitas intelijen, terus digiring dalam isu pelanggaran HAM lama yang sebelumnya sudah dibantah.
Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin
Photo :
- VIVA/Ahmad Farhan Faris
Amir menilai serangan ini bukan sekadar urusan rivalitas politik lokal. Ia melihatnya sebagai bagian dari dinamika geopolitik yang lebih luas.
"Kita tidak bisa menutup mata, ada kekuatan besar yang tidak ingin Prabowo memegang kendali penuh di pemerintahan karena dianggap akan memperkuat posisi Indonesia dalam poros strategis dunia,” tandasnya.
Halaman Selanjutnya
Dengan begitu, daya tahan politiknya akan melemah secara perlahan tanpa harus berhadapan langsung di medan tempur terbuka.