Jakarta, VIVA – Penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti mengatakan bahwa pergerakan penyidik KPK untuk mengusut tuntas perkara suap PAW DPR RI 2019-2024 sempat terhambat. Hal itu diketahui melalui upaya penggeledahan di rumah mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan diduga termonitor tim dari DPP PDI Perjuangan (PDIP).
Rossa mengungkapkan hal itu ketika dihadirkan menjadi salah satu saksi dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat, 9 Mei 2025.
Bermula dari pengakuan, Rossa yang menyatakan bahwa sempat tidak bisa menuntaskan perkara karena Satuan Tugas (Satgas) dirinya diganti dengan Satgas lain oleh Pimpinan KPK saat itu Firli Bahuri.
Singkat cerita, pada tahun 2023, Satgas Penyidikan Rossa dibentuk kembali dengan tugas untuk mencari dan menangkap buron Harun Masiku. Pembentukan itu didasari dengan adanya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tambahan.
“Kami memang sudah beberapa kali melakukan penangkapan DPO. Sepengetahuan dan sepengalaman kami, untuk membuat perkara ini terang harus mulai dari TKP (Tempat Kejadian Perkara) awal. Maka kami melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, salah satunya ialah di tempat parkir apartemen yang ada di wilayah Jakarta,” ujar Rossa di ruang sidang.
Penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Rossa bersama Penyidik KPK, akhirnya berhasil menemukan mobil Harun yang sudah terparkir sangat lama di Basement Apartemen Thamrin Residence, Jakarta Pusat. Dalam mobil itu, ditemukan sejumlah dokumen dan petunjuk tentang keberadaan Harun.
“Keterangan dari saksi Ketua KPU (Arief Budiman) pada saat itu didatangi Harun Masiku dengan membawa foto-foto HM bersama dengan ketua partai, dan kita dapat foto-foto itu ada di situ,” ucap Rossa.
Selanjutnya, tim penyidik lanjut menuju Semarang untuk melakukan pemeriksaan kepada Wahyu Setiawan. Kendati, Rossa tak bisa menemui Wahyu karena dia sudah mendapatkan program Pembebasan Bersyarat (PB), sehingga timnya berinisiatif mendatangi rumah kediaman yang bersangkutan di Purwokerto, Jawa Tengah.
“Ditemukan apa?,” tanya jaksa.
“Pada saat kami melakukan penggeledahan di rumah Wahyu, kami hanya ketemu anaknya dan berusaha persuasif karena tujuan kami hanyalah menemukan HM. Faktanya adalah penggeledahan yang kami lakukan ini termonitor dari pihak Tim Hukum DPP yang dalam hal ini kami menduga menjadi bagian Hasto Kristiyanto,” katanya.
Rossa bersama Penyidik KPK, turut menyasar penggeledahan terhadap salah satu kerabat Harun di Jakarta Timur.
“Setelah kami lakukan penggeledahan itu, yang bersangkutan ditemui oleh tim penasihat hukum juga. Nah, ini sampai komplen kepada saya kenapa saya bisa diketahui. Nah, dari situ kami menemukan petunjuk bahwa ada yang perlu kita lakukan penggeledahan yaitu namanya Simon Petrus. Setelah kita lakukan penggeledahan di rumah Simon Petrus ini, kami menemukan BBE (Barang Bukti Elektronik) yang terkait dengan upaya-upaya penyelarasan keterangan supaya perkara ini tidak melibatkan atau terbuka terkait dengan perannya terdakwa,” jelas Rossa.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW), calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024, Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Halaman Selanjutnya
“Keterangan dari saksi Ketua KPU (Arief Budiman) pada saat itu didatangi Harun Masiku dengan membawa foto-foto HM bersama dengan ketua partai, dan kita dapat foto-foto itu ada di situ,” ucap Rossa.