Jakarta, VIVA – Ibu Kota Jakarta dan wilayah aglomerasi Jabodetabek diperkirakan akan menghadapi kemacetan luar biasa pada Selasa, 20 Mei 2025, menyusul rencana aksi unjuk rasa besar-besaran para pengemudi ojek online (ojol) dan taksi daring. Aksi bertajuk “Aksi Akbar 2025 dan Reuni Aspirasi Nasional” ini digelar oleh Garda Indonesia, organisasi yang mewadahi para pengemudi online roda dua dan roda empat di Indonesia.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, dalam pernyataan resminya, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat atas potensi terganggunya aktivitas harian akibat gelombang aksi ini. Ia juga mengingatkan bahwa jumlah massa aksi akan sangat besar dan datang dari berbagai penjuru Tanah Air.
Jakarta Bersiap Diserbu Ribuan Pengemudi Online dari Berbagai Daerah
Tidak hanya pengemudi dari Jabodetabek yang akan ikut turun ke jalan, massa aksi juga akan datang dari luar kota, seperti dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Cirebon, Bandung, Karawang, Cikampek, serta dari arah barat seperti Palembang, Lampung, dan Banten.
Aksi akan dipusatkan di tiga titik utama strategis nasional:
- Istana Merdeka
- Kementerian Perhubungan
- Gedung DPR RI
Ilustrasi demo pengemudi ojek online (ojol)
Photo :
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Melihat skala aksi ini, Igun menyatakan bahwa kemungkinan besar sejumlah ruas jalan utama akan mengalami kelumpuhan akibat kemacetan. Oleh karena itu, Garda Indonesia mengimbau masyarakat yang beraktivitas di sekitar kawasan aksi untuk mengatur ulang jadwal perjalanan dan menghindari lokasi unjuk rasa jika memungkinkan.
Tuntutan Aksi: Regulasi yang Diabaikan dan Potongan Aplikasi yang Mencekik
Aksi Akbar 205 bukan sekadar unjuk kekuatan, tapi bentuk akumulasi kekecewaan mendalam para pengemudi terhadap pemerintah dan perusahaan aplikator, yang dinilai tidak mematuhi regulasi yang berlaku. Inti dari tuntutan mereka adalah pelanggaran terhadap Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 1001 Tahun 2022.
Menurut Igun, aturan tersebut telah dilanggar secara masif oleh sejumlah aplikator besar yang menetapkan potongan biaya aplikasi hingga 50 persen, jauh di atas ketentuan maksimal 20 persen yang tertuang dalam regulasi. Para pengemudi mendesak pemerintah untuk:
- Menetapkan payung hukum permanen untuk ojol
- Mengembalikan potongan biaya aplikasi menjadi maksimal 10 persen
- Merevisi sistem tarif, dengan menghapus sistem aceng (harga dinamis), slot order, double order, dan skema tarif hemat yang merugikan driver
Offbid Massal: Ojol Matikan Aplikasi Sehari Penuh
Selain turun ke jalan, Garda Indonesia juga menginstruksikan seluruh pengemudi ojol di Jabodetabek dan kota-kota lain untuk melakukan aksi offbid total, yakni mematikan aplikasi selama 24 jam penuh mulai pukul 00.00 hingga 23.59 WIB pada 20 Mei 2025.
Aksi ini tidak hanya dilakukan oleh Garda Indonesia, tetapi juga akan diikuti oleh sejumlah aliansi dan organisasi pengemudi lainnya seperti:
- APOB (Aliansi Pengemudi Online Bersatu)
- GOGRABBER
- TEKAB
- SAKOI
- GEPPAK (Gerakan Putra-Putri Asli Kalimantan)
Diperkirakan sekitar 500.000 pengemudi online dari berbagai kota besar di Indonesia akan berpartisipasi, baik dengan hadir langsung dalam aksi maupun dengan mematikan aplikasi sebagai bentuk solidaritas. Kota-kota yang diperkirakan ikut serta dalam gerakan nasional ini antara lain: Medan, Palembang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Manado, dan Ambon.
Aksi Damai Sudah Tidak Didengar: Ultimatum untuk Pemerintah dan Aplikator
Ilustrasi pengendara ojek online atau ojol.
Photo :
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Igun menegaskan bahwa aksi ini merupakan puncak dari kekesalan pengemudi online yang selama bertahun-tahun merasa diabaikan oleh pemerintah dan perusahaan teknologi transportasi. Ia menyebut bahwa sejak tahun 2022, berbagai aksi damai yang dilakukan telah gagal mengubah keadaan.
“Tidak ada lagi tempat untuk aksi damai yang hanya dijadikan tontonan dan bahan hiburan. Ini saatnya perubahan nyata dilakukan,” tegas Igun.
Ia juga menambahkan, bagi pengemudi yang enggan mengikuti aksi offbid, akan ada pendekatan persuasif dari tim lapangan. Namun, jika pendekatan tersebut tidak berhasil, Garda menyerahkan keputusan langsung kepada tim lapangan, sebuah sinyal bahwa mereka ingin menjaga kekompakan dan kekuatan gerakan.
Meskipun aksi ini berpotensi besar mengganggu aktivitas publik, Garda Indonesia tetap menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada masyarakat. Mereka berharap masyarakat memahami bahwa aksi ini adalah bentuk perjuangan para pengemudi online untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum.
“Ini bukan semata-mata tentang uang, tapi tentang martabat dan kelangsungan hidup,” tutup Igun. (Antara)
Halaman Selanjutnya
Melihat skala aksi ini, Igun menyatakan bahwa kemungkinan besar sejumlah ruas jalan utama akan mengalami kelumpuhan akibat kemacetan. Oleh karena itu, Garda Indonesia mengimbau masyarakat yang beraktivitas di sekitar kawasan aksi untuk mengatur ulang jadwal perjalanan dan menghindari lokasi unjuk rasa jika memungkinkan.