Shutdown AS Bisa Bikin The Fed 'Buta' Tentukan Arah Suku Bunga Acuan

3 weeks ago 10

Rabu, 1 Oktober 2025 - 12:16 WIB

Jakarta, VIVA – Kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) kembali diwarnai ketidakpastian setelah muncul penghentian operasional pemerintahan, atau government shutdown.

Sejumlah lembaga federal termasuk Biro Statistik Tenaga Kerja (Bureau of Labor Statistics/BLS) akan berhenti beroperasi sementara. Situasi tersebut menimbulkan keresahan di kalangan pelaku pasar dan pembuat kebijakan.

Pasalnya, BLS memproduksi berbagai data ekonomi penting seperti laporan pekerjaan bulanan (jobs report), inflasi, hingga indeks harga konsumen (consumer price index/CPI). Tanpa data ini, arah kebijakan moneter maupun strategi investasi akan berjalan dalam kondisi “buta” di tengah gejolak ekonomi.

Menurut rencana kontinjensi yang dirilis Departemen Tenaga Kerja pada Senin, jika pendanaan terhenti, BLS tidak akan bisa merilis laporan pekerjaan bulan September yang sangat dinanti. Selain itu, pengumpulan data kunci lainnya juga akan tertunda.

“Banyak data ekonomi yang tidak bisa dirilis selama shutdown,” tulis Callie Cox, Chief Market Strategist di Ritholtz Wealth Management, seperti dikutip dari The Hill, Rabu 1 Oktober 2025.

“Ini masalah besar bagi pahlawan suku bunga kita (Federal Reserve), yang selalu mengatakan mereka suka membuat keputusan berdasarkan data ekonomi. Anda, saya, dan Ketua The Fed Jay Powell 'buta' tanpa laporan penting ini,” jelasnya.

Ilustrasi Ekonomi Amerika Serikat

Biasanya, inflasi dan pengangguran bergerak berlawanan arah. Namun sejak Trump menjabat, keduanya justru sama-sama meningkat. Tarif impor yang dikenakan Trump mendorong harga naik, sementara deportasi massal dan pemangkasan besar-besaran pegawai federal memperketat pasar tenaga kerja.

Tingkat inflasi tahunan pada Agustus mencapai 2,9 persen menurut CPI, naik dari 2,4 persen di Maret. Sementara tingkat pengangguran naik ke 4,3 persen pada Agustus dari 4 persen di Januari. Sepanjang tahun ini, AS hanya menambah rata-rata 29.000 pekerjaan per bulan.

Federal Reserve (The Fed) bahkan memangkas suku bunga awal bulan ini karena kekhawatiran melemahnya pasar tenaga kerja, meski inflasi terus meningkat. Dalam konferensi pers setelah pemangkasan suku bunga, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa meskipun risiko inflasi akibat tarif masih ada, penurunan pasar kerja yang “tidak biasa” menjadi perhatian utama.

“Pertumbuhan pasokan pekerja sangat sedikit, jika ada. Pada saat yang sama, permintaan pekerja juga turun cukup tajam, hingga kami melihat apa yang saya sebut sebagai keseimbangan yang aneh,” kata Powell.

“Biasanya, ketika kita mengatakan sesuatu dalam keadaan seimbang, itu terdengar baik. Tetapi dalam kasus ini, keseimbangannya terjadi karena baik pasokan maupun permintaan sama-sama turun tajam. Sekarang, permintaan turun sedikit lebih tajam, karena kita sekarang melihat tingkat pengangguran merangkak naik,” lanjutnya.

Secara historis, shutdown singkat biasanya hanya memiliki dampak terbatas terhadap pengumpulan data ekonomi maupun perekonomian secara keseluruhan. The Fed pun masih memiliki waktu untuk membaca ulang kondisi pasar tenaga kerja sebelum rapat suku bunga berikutnya pada November.

Shutdown sendiri tidak pernah cukup untuk menjatuhkan ekonomi yang berkembang. Shutdown tidak pernah menyebabkan resesi atau crash pasar, meskipun beberapa terjadi di tengah resesi atau crash pasar. Biasanya, shutdown menyebabkan sedikit guncangan awal di pasar saham, meskipun kerugiannya hanya sementara,” tulis Cox.

Namun kali ini, ada kekhawatiran baru karena Gedung Putih mengancam akan memecat ribuan pegawai pemerintah, bukan sekadar memberlakukan cuti tanpa dibayar (furlough). Kondisi ini bisa menjadi risiko ekonomi serius yang berbeda dari shutdown sebelumnya.

Shutdown akan menjadi guncangan lain untuk diserap, dan sulit untuk mengatakan seberapa baik investor dapat menyerapnya. Saya akan merasa lebih tenang jika kondisi ekonomi lebih baik, dan pemicu ini lebih jelas,” kata Cox.

Shutdown pemerintah AS jelas bukan sekadar isu politik, tetapi juga ancaman serius bagi stabilitas ekonomi global. Tanpa data ekonomi kunci, keputusan The Fed maupun strategi investor akan berjalan dalam ketidakpastian. Sementara itu, pasar menunggu perkembangan negosiasi antara Trump dan Demokrat jelang tenggat waktu yang semakin dekat.

Halaman Selanjutnya

Biasanya, inflasi dan pengangguran bergerak berlawanan arah. Namun sejak Trump menjabat, keduanya justru sama-sama meningkat. Tarif impor yang dikenakan Trump mendorong harga naik, sementara deportasi massal dan pemangkasan besar-besaran pegawai federal memperketat pasar tenaga kerja.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |