Jakarta, VIVA - Kasus dugaan mafia tanah yang menimpa seorang warga Kabupaten Bantul, DIY, Mbah Tupon dapat sorotan DPR RI. Proses agunan tanah milik pria lansia berusia 68 tahun itu dipertanyakan.
Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam mempertanyakan proses agunan tanah milik Mbah Tupon yang dilakukan terduga mafia tanah terkait proses verifikasi oleh pihak bank terhadap lahan yang dijadikan jaminan.
“Tentunya kita merasa prihatin atas kejadian yang menimpa Mbah Tupon ini. Kita berharap keadilan dapat ditegakkan dan hak-hak Mbah Tupon beserta keluarganya dapat segera kembali,” kata Mufti Anam, dalam keterangannya dikutip pada Senin, 5 Mei 2025.
Ia mengatakan meski peminjam bisa buktikan keabsahan dokumen sertifikat tanah hasil penipuan, mestinya pihak bank melakukan verifikasi secara menyeluruh.
Mufti bilang, biasanya proses agunan dengan jaminan tanah melibatkan survei ke lokasi agunan. Dalam survei dilakukan untuk memastikan kondisi fisik agunan, verifikasi dokumen, dan juga untuk menentukan nilai agunan.
“Lalu apakah pihak bank melakukan verifikasi dokumen dengan mendatangi lokasi lahan yang diagunkan? Kalaupun iya, Mbah Tupon dan keluarganya bahkan tidak mengetahui tanah dan bangunan rumahnya diagunkan ke bank,” jelas Mufti.
Pun, ia menyampaikan lemahnya proses validasi dari lembaga keuangan menimbulkan pertanyaan serius tentang kepatuhan terhadap prinsip kehati-hatian. Menurut dia, keterlibatan bank dalam skema ini juga dianggap bermasalah dari sisi etis dan yuridis.
"Seperti apa proses verifikasinya sampai bobol begini. Apa tidak disurvei oleh pihak bank atau gimana? Kok tahu-tahu mau lelang aja,” jelas Mufti.
Mbah Tupon korban mafia tanah di Bantul
Photo :
- VIVA.co.id/Cahyo Edi (Yogyakarta)
Dia heran dengan kegagalan proses verifikasi dokumen. Menurut Mufti, kegagalan ini terutama terkait kejelasan kepemilikan tanah yang menjadi jaminan utang, maupun identitas debitur.
"Sebagai lembaga keuangan yang tunduk pada prinsip kehati-hatian, bank semestinya memiliki mekanisme uji tuntas (due diligence) sebelum menerima agunan,” ujar politikus PDIP itu.
Lebih lanjut, dia berpandangan kasus tanah Mbah Tupon yang dijadikan jaminan mafia tanah menunjukkan dugaan indikasi kelalaian pihak bank. Pun, dugaan kemungkinan keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya jalankan fungsi pengawasan dan perlindungan hukum.
“Jika proses verifikasi ini dilakukan secara seksama sejak awal, semestinya pihak bank tahu ada indikasi penipuan saat proses pengajuan pinjaman oleh debitur. Atau apakah ada oknum-oknum tertentu yang main mata dengan pihak debitur?” lanjut Mufti.
Mufti meminta agar pihak bank segera melakukan klarifikasi sehingga kasus ini menjadi jelas. Ia juga menyarankan agar pihak bank juga menjelaskan proses verifikasi pengajuan pinjaman yang menjadikan lahan Mbah Tupon sebagai jaminan. Lalu, membuka siapa-siapa saja yang terlibat pada proses agunan tanah Mbah Tupon.
“Jika bank terbukti lalai dalam memverifikasi keabsahan kepemilikan atas agunan, maka pelelangan aset tersebut tidak hanya cacat secara moral, tetapi juga berpotensi melanggar hukum," jelas Mufti.
Kasus Mbah Tupon yang diduga jadi korban mafia tanah disorot publik. Dalam kasus ini, Mbah Tupon yang tinggal di Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DIY dikagetkan dengan kedatangan pihak bank yang menyatakan akan melelang tanahnya seluas 1.655 meter.
Kasus ini bermula saat Mbah Tupon menjual sebagian tanah miliknya. Awalnya lansia yang tak bisa baca tulis ini memiliki tanah seluas 2.100 meter.
Lalu, tanah tersebut dijual seluas 298 meter persegi dengan tambahan 90 meter persegi untuk akses jalan.
Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian kecil tanah aset warisannya tersebut untuk dijadikan gudang RT, hingga tersisa 1.655 meter persegi.
Kemudian, Mbah Tupon hendak memisah sertifikat tanah-tanah yang telah terbagi itu dibantu oleh pihak pembeli lahannya.
Namun, diduga pihak yang mengurus tanah Mbah Tupon tidak amanah. Diduga ada pihak yang sengaja memanfaatkan kekurangan Mbah Tupon yang tak bisa baca tulis hingga dalam prosesnya, tanah seluas 1.655 meter persegi milik Mbah Tupon beralih nama tanpa sepengetahuan sang pemilik.
Terduga pelaku dalam aksinya meminta Mbah Tupon untuk tanda tangan berkas yang tidak diketahui isinya. Ternyata, aksi pelaku itu diduga pengalihan hak.
Setelah pihak tersebut mendapat tanda tangan pengalihan, lalu lahan Mbah Tupon dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman dari salah satu bank atau lembaga keuangan BUMN senilai Rp 1,5 M.
Mbah Tupon kini terancam kehilangan sisa tanahnya beserta dua bangunan rumah yang ada di area lahan tersebut. Kondisi itu karena pihak yang menjadikan tanah Mbah Tupon sebagai jaminan utang tidak pernah mencicil bayar sehingga lahan yang dipersoalkan itu akan dilelang pihak bank.
Halaman Selanjutnya
"Seperti apa proses verifikasinya sampai bobol begini. Apa tidak disurvei oleh pihak bank atau gimana? Kok tahu-tahu mau lelang aja,” jelas Mufti.