Elite PDIP Minta Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto Dikaji Ulang: Mengabaikan Fakta Sejarah

4 hours ago 2

Selasa, 6 Mei 2025 - 01:18 WIB

Jakarta, VIVA - Pemerintah terutama Kementerian Sosial atau Kemensos diminta mengkaji secara mendalam usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto. Ada beberapa alasan agar usulan itu dikaji.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP Abidin Fikri menilai pemberian gelar pahlawan ke Soeharto bisa melukai rasa keadilan rakyat Indonesia. Sebab, masih belum tuntasnya kasus hukum menyangkut dugaan korupsi sejumlah yayasan pada era Orde Baru.

“Kasus dugaan korupsi tujuh yayasan yang melibatkan Soeharto, sebagaimana ditetapkan pada tahun 2000, hingga kini belum menemui penyelesaian hukum yang jelas,” kata Abidin Fikri, dalam keterangannya dikutip pada Selasa, 6 Mei 2025.

Menurut dia, pemberian gelar pahlawan nasional di tengah fakta ini bukan hanya bertentangan dengan prinsip keadilan. Namun, juga bisa mengikis kepercayaan publik terhadap integritas proses penganugerahan gelar.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abidin Fikri.

Abidin menyampaikan, pemberian gelar pahlawan nasional mesti memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Hal itu termasuk memiliki rekam jejak yang bersih dari tindakan melawan hukum. 

Lebih lanjut, menurut Abidin, masa kepemimpinan Soeharto juga diwarnai dengan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta praktik kolusi dan nepotisme. Masalah-masalah itu dinilai masih menyisakan luka bagi banyak korban dan keluarganya.

"Mengabaikan fakta sejarah dan ketidaktuntasan kasus hukum Soeharto akan mencederai semangat antikorupsi dan keadilan sosial yang sedang kita perjuangkan bersama,” jelas Abidin.

Maka itu, Abidin minta usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto agar dikaji ulang secara mendalam. 

“Rakyat Indonesia mengharapkan pahlawan nasional adalah figur yang menjadi teladan moral dan integritas," ujarnya. 

Sementara, Abidin mengapresiasi aspirasi masyarakat, termasuk dari berbagai elemen sipil yang menyerukan agar usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto ditinjau ulang. Ia menyarankan agar Dewan Gelar dan pemerintah bisa mendengarkan suara rakyat serta mempertimbangkan dampak sosial dan historis dari keputusan ini.

Pun, Abidin memastikan, Komisi VIII DPR RI akan terus mengawal proses ini dengan penuh tanggung jawab. Ia meminta semua pihak untuk mengedepankan dialog yang berujung pada rasa keadilan masyarakat. 

"Kami mengajak semua pihak untuk menjaga dialog yang konstruktif demi menjaga keutuhan sejarah dan keadilan bagi rakyat Indonesia,” tutur Abidin.

Sebelumnya, Mensos Saifullah Yusuf menyatakan Soeharto berpeluang dapat gelar pahlawan nasonal pada tahun 2025. Peluang ini terbuka setelah MPR mencabut TAP MPR 11/1998 soal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto memunculkan petisi penolakan dari publik. Munculnya petisi itu ditandatangani ribuan orang melalui situs change.org. 

Mensos Saifullah menyatakan siap membuka kembali ruang dialog atau partisipasi publik seiring dengan banyaknya penolakan melalui petisi tersebut.

Selain Soeharto, ada 9 nama lainnya yang diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional 2025 menurut Kemensos yakni lain Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

Kemudian ada empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yakni Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).

Halaman Selanjutnya

"Mengabaikan fakta sejarah dan ketidaktuntasan kasus hukum Soeharto akan mencederai semangat antikorupsi dan keadilan sosial yang sedang kita perjuangkan bersama,” jelas Abidin.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |