Washington, VIVA – Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mendesak China untuk merayu Iran agar tidak menutup koridor minyak dunia, Selat Hormuz.
"Saya mendorong pemerintah Tiongkok di Beijing untuk menghubungi mereka (Iran) mengenai hal itu (penutupan Selat Hormuz), karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka," kata Rubio, dikutip dari NDTV, Senin 23 Juni 2025.
"Jika mereka (Iran) melakukan itu (menutup Selat Hormuz), itu akan menjadi kesalahan besar lainnya. Itu sama saja dengan bunuh diri secara ekonomi bagi mereka jika mereka melakukannya. Dan kami memiliki opsi untuk mengatasinya, tetapi negara lain juga harus mempertimbangkannya. Itu akan merugikan ekonomi negara lain jauh lebih parah daripada ekonomi kita," tambahnya.
Diketahui, sekitar 20 persen minyak dan gas dunia mengalir melalui Selat Hormuz. Selat ini menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab dan Samudra Hindia.
Selat sempit itu, selebar sekitar 33 km di titik tersempitnya, memisahkan Iran (utara) dari Jazirah Arab (selatan).
PT Migas Kota Bekasi (Istimewa)
Photo :
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Pernyataan Rubio muncul beberapa jam setelah AS mengirim pesawat pembom siluman B-2 ke wilayah Iran dan menghancurkan tiga fasilitas nuklir negara itu, yakni Fordow, Ifshahan, dan Natanz.
Serangan itu melibatkan pengerahan 14 bom penghancur bunker, lebih dari puluhan rudal Tomahawk, dan lebih dari 125 pesawat militer.
"Kami akan menilai mereka (Iran) berdasarkan tindakan yang diambil selanjutnya. Jika mereka ingin berunding, kami akan berunding. Jika mereka ingin melakukan hal-hal yang berbahaya, kami memiliki tanggapan yang tersedia," ungkap Rubio.
Dalam wawancara dengan Fox News, Rubio mengatakan serangan itu bukan perang melawan Iran.
"Trump menulis surat kepada Iran dan meminta mereka untuk tidak memiliki program nuklir. Mereka mencoba mempermainkannya," paparnya.
Bendera China (Ilustrasi)
Rubio menambahkan bahwa jika Iran melakukan pembalasan, maka hal itu akan menjadi "kesalahan besar".
"Kami memiliki kemampuan yang bahkan belum mereka lihat," tambahnya.
Mengacu pada batas waktu 60 hari yang diberikan Trump kepada Iran awal tahun ini untuk merundingkan kesepakatan mengenai program nuklirnya, Rubio mengatakan serangan itu dilakukan setelah Teheran gagal mematuhi ultimatum mereka.
Menteri Luar Negeri AS mengatakan serangan tersebut bisa berhasil kapan saja, tetapi unsur kejutan dalam waktu serangan itu adalah untuk memastikan keselamatan prajurit pria dan wanita AS, yang berada dalam bahaya saat melaksanakan operasi.
Halaman Selanjutnya
Serangan itu melibatkan pengerahan 14 bom penghancur bunker, lebih dari puluhan rudal Tomahawk, dan lebih dari 125 pesawat militer.