Daerah Dinilai Harus Diberi Ruang Lebih Luas secara Regulatif untuk Merancang Transisi Energi

16 hours ago 2

Rabu, 7 Mei 2025 - 22:39 WIB

Jakarta, VIVA – Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) mencatat bahwa peran daerah dalam menjalankan agenda transisi energi belum memiliki basis kewenangan yang kuat secara hukum. Padahal, sebagian besar pelaksanaan proyek energi terbarukan dan pengurangan emisi bergantung pada kapasitas dan otoritas pemerintah daerah.

Hal itu dikemukakan Ketua Bidang Penelitian dan Kajian Hukum DPN Permahi Bayu Yusya kepada wartawan, Rabu, 7 Mei 2025. “Transisi energi tidak bisa hanya menjadi agenda pusat. Daerah harus diberi ruang yang lebih luas secara regulatif untuk merancang dan menjalankan kebijakan energi bersihnya sendiri,” ujar Bayu.

Pernyataan tersebut disampaikan Bayu dalam acara diseminasi hasil penelitian Permahi bertajuk “Urgensi Penguatan Kerangka Hukum untuk Percepatan Transisi Energi”.

Ilustrasi sumber energi terbarukan.

Dalam hasil kajian tersebut, Permahi menilai bahwa Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025 merupakan terobosan hukum yang progresif karena memberikan arah dan peta jalan transisi energi. 

Bayu mengatakan, Permen tersebut menjadi salah satu instrumen penting yang merepresentasikan komitmen negara dalam membangun kerangka hukum transisi energi yang inklusif, berkeadilan, dan terencana. 

Permen ini, menurut Bayu,
memuat pedoman penyusunan peta jalan transisi energi, strategi pembiayaan, serta sistem pemantauan dan evaluasi yang dapat menjadi acuan nasional maupun daerah.

Namun, Bayu menekankan bahwa keberadaan Permen ini belum cukup apabila tidak ditopang oleh instrumen hukum lainnya. “Kami mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET), pengesahan revisi UU Minyak dan Gas Bumi yang sudah terlalu lama mandek, serta penguatan kewenangan pemerintah daerah dalam transisi energi,” katanya.

Permahi menyerukan pentingnya konsolidasi kebijakan lintas sektor dan lintas tingkat pemerintahan guna memperkuat arah transisi energi nasional. 

Dengan dukungan regulasi yang holistik, menurut Bayu, Permen ESDM 10/2025 akan mampu berperan sebagai fondasi awal menuju transisi energi yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Halaman Selanjutnya

Namun, Bayu menekankan bahwa keberadaan Permen ini belum cukup apabila tidak ditopang oleh instrumen hukum lainnya. “Kami mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET), pengesahan revisi UU Minyak dan Gas Bumi yang sudah terlalu lama mandek, serta penguatan kewenangan pemerintah daerah dalam transisi energi,” katanya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |