Jakarta, VIVA – Anggota DPR RI Komisis VIII Atalia Praratya, mendatangi FH (21) yang jadi korban pemerkosaan oleh dokter residen Priguna (31) di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Selain memberikan dukungan, istri Ridwan Kamil itu juga memberikan bantuan hukum melalui jabar bantuan hukum.
Debi Agusfriansa kuasa hukum korban dari Jabar Bantuan Hukum mengatakan korban meminta agar tersangka pemerkosaan berinisial PAP dihukum berat. Sebab kejahatan tersebut merupakan kejahatan luar biasa dan dilakukan oleh dokter.
"Kami berharap adanya penambahan masa hukuman untuk pelaku ya," kata Debi di Kota Bandung, Sabtu, 12 April 2025.
Dia menyebut polisi menjerat tersangka menggunakan pasal 6c undang-undang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun. Selain itu, Debi menyebut pidana dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh dokter.
"Jadi kalau 12 tahun ditambah 1/3 itu bisa jadi 16 tahun jadi lebih berat. Jadi mohon kiranya nanti pasal 15 huruf b undang-undang tindak pidana kekerasan seksual itu dapat diterapkan juga nanti ketika penuntutan di pengadilan," kata dia.
Motor custom hadiah Ridwan Kamil untuk Atalia Praratya
Photo :
- Instagram Ridwan Kamil
Dia melanjutkan, tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan pidana adminisitratif karena pidana tersebut merupakan kejahatan serius dan luar biasa. Sehingga diperlukan penanganan yang khusus terkait itu.
"Lebih dari 90 persen korban itu adalah perempuan dan anak, mereka termasuk kelompok rentan. Nah, kelompok rentan ini yang seharusnya dilindungi oleh negara ini malah dijadikan objek kejahatan," kata dia.
Dengan begitu, ia menegaskan tidak ada upaya damai dalam kasus tersebut. Terkait surat perdamaian yang sempat disetujui pelaku dan korban tidak memiliki kekuatan hukum.
Sementara itu Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya menyebut kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak di Indonesia dan muncul ke publik merupakan fenomena gunung es. Ia mengecam segala tindakan kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak termasuk kasus dokter residen memerkosa pasien dan keluarga pasien.
"Saya dari komisi VIII hari ini juga turut serta mengecam ya terkait dengan tindakan yang dilakukan," kata Atalia saat mendatangi kediaman rumah korban di Bandung.
Atalia menyebut masalah kekerasan seksual yang terjadi muncul karena faktor relasi kuasa di mana pelaku memiliki kuasa lebih tinggi dibandingkan korban. Selain itu, ia pun menilai kasus kekerasan seksual yang muncul ke permukaan merupakan fenomena gunung es.
"Kita melihat ini adalah relasi kuasa, kasus-kasus seperti ini nampaknya sekarang sangat marak terjadi dan muncul ke permukaan. Kita tahu bahwa ini fenomena gunung es," kata dia.
Ia menyebut kasus kekerasan seksual yang muncul ke permukaan disebabkan korban yang berani untuk berbicara ke publik. Atalia mengatakan data Komnas Perempuan pada tahun 2022 menyebutkan 60 persen korban kekerasan seksual tidak berani melapor.
"Kasus-kasus belakangan ini begitu bermunculan ya dari mulai kasus guru besar UGM ya, ini diberhentikan karena terbukti melecehkan banyak mahasiswi. Kemudian kasus Pesantren Jombang jadi ini antara relasi kuasa antara Kiai dengan santrinya. Kemudian Kapolres Ngada begitu," kata Atalia.
Ridwan Kamil dan Atalia Praratya
Atalia mengatakan munculnya kasus kekerasan seksual juga berdampak kepada perlindungan perempuan dan anak lebih signifikan. Ia mengapresiasi semua pihak yang bekerja keras membuat proses penanganan masalah kekerasan seksual menjadi cepat ditangani dan pelaku ditangkap.
Ia pun mengapresiasi RSHS Bandung yang responsif memberikan pendampingan kepada korban. Serta Kemenkes yang membekukan program pendidikan dokter spesialis anestesi tersebut termasuk mencabut izin praktik dokter tersebut serta memecatnya sebagai mahasiswa dari Unpad.
"Sampai hari ini kita bisa menjaga korban sehingga tidak terganggu secara psikisnya begitu ya. Karena untuk menyelesaikan trauma saja yang bersangkutan atau masih butuh waktu," kata dia.
Selain itu, bantuan konseling dan psikologi forensik pun telah diberikan kepada korban. Termasuk Jabar Bantuan Hukum yang menjadi kuasa hukum korban untuk melakukan pendampingan.
Halaman Selanjutnya
"Lebih dari 90 persen korban itu adalah perempuan dan anak, mereka termasuk kelompok rentan. Nah, kelompok rentan ini yang seharusnya dilindungi oleh negara ini malah dijadikan objek kejahatan," kata dia.