Bekasi, VIVA – Terdesak oleh himpitan ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan, Mulyana (38), warga Kampung Gabus, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, mengaku tergiur dengan program pemindaian retina yang ditawarkan oleh WorldID. Harapan akan bantuan keuangan membuatnya bersedia memberikan data biometriknya, meskipun ia menyimpan kekhawatiran soal keamanan data.
“Saya ikut program ini ingin bantu ekonomi keluarga. Kondisi sekarang susah, dan saya dengar dari teman, katanya bisa dapat uang tiap bulan,” kata Mulyana saat ditemui di gerai WorldID di Jalan Ir. H. Juanda, Bekasi Timur, Selasa, 6 Mei 2025.
Tak sendiri, Mulyana datang bersama tujuh anggota keluarganya dengan harapan bisa melakukan pemindaian retina dan mendaftar dalam sistem WorldID. Namun, niat mereka harus tertunda karena gerai tersebut mendadak tutup dan tidak beroperasi hari itu.
Program ini sendiri menjanjikan imbalan uang kepada peserta yang bersedia melakukan pemindaian retina dan menyerahkan data biometrik ke sistem WorldID. Mulyana mengaku tergoda setelah mendengar temannya berhasil menerima bayaran rutin dari program ini, meskipun nilainya tidak besar.
“Katanya sih minimal dapat Rp300 ribu sebulan, selama satu tahun. Ya lumayan buat bantu-bantu,” ujarnya.
Namun di balik harapan, muncul kekhawatiran. Terutama setelah muncul kabar bahwa layanan WorldID dan induknya, Worldcoin, tengah disorot pemerintah. Kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan data biometrik menjadi ganjalan di benaknya.
“Agak khawatir juga sih. Takutnya disalahgunakan. Apalagi katanya sempat dibekukan. Tapi kalau dipikir-pikir, cuma pakai ponsel dan scan mata, masa sih sampai segitunya?” ujar Mulyana.
Kekhawatiran Mulyana bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) telah membekukan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE) milik Worldcoin dan WorldID. Langkah ini diambil setelah muncul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan dari layanan tersebut.
Kemkomdigi juga menjadwalkan pemanggilan terhadap dua perusahaan lokal, yakni PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara, yang diduga terlibat dalam operasional WorldID di Indonesia. Pemanggilan bertujuan untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran ketentuan dalam penyelenggaraan sistem elektronik, termasuk ketidakterdaftaran sebagai penyelenggara resmi.
Menurut hasil investigasi awal, PT Terang Bulan Abadi disebut belum memiliki TDPSE sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Menanggapi pembekuan tersebut, Tools for Humanity (TFH), perusahaan asal Amerika Serikat yang mengembangkan Worldcoin dan WorldID, menyatakan tengah mencari kejelasan hukum terkait regulasi dan izin di Indonesia. Dalam keterangan tertulisnya, TFH mengungkapkan bahwa mereka siap memperbaiki segala kekurangan dalam proses perizinan yang mungkin terjadi.
“Kami berharap dapat terus melanjutkan dialog konstruktif dan suportif yang telah berlangsung selama satu tahun terakhir dengan pemerintah,” demikian pernyataan resmi TFH pada Selasa, 6 Mei 2025
TFH menekankan bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia dianggap sebagai bentuk kehati-hatian yang dapat membantu meningkatkan standar perlindungan data pengguna.
Halaman Selanjutnya
“Agak khawatir juga sih. Takutnya disalahgunakan. Apalagi katanya sempat dibekukan. Tapi kalau dipikir-pikir, cuma pakai ponsel dan scan mata, masa sih sampai segitunya?” ujar Mulyana.