Direktur Pemberitaan Jak TV Jadi Tersangka Perintangan Penyidikan, IJTI Kritik Kejagung Langgar Prosedur Pers

3 hours ago 1

Selasa, 22 April 2025 - 16:49 WIB

Jakarta, VIVA — Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyoroti langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka perintangan penyidikan. Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menilai penetapan tersebut melanggar prosedur karena terkait karya jurnalistik yang semestinya berada di bawah kewenangan Dewan Pers.

Menurut Herik, sebelum membawa suatu karya jurnalistik ke ranah hukum, aparat penegak hukum seharusnya lebih dulu meminta pertimbangan dari Dewan Pers. Lembaga itulah yang memiliki mandat untuk menilai apakah sebuah produk jurnalistik melanggar kode etik atau tidak.

“Kasus TB (Tian Bahtiar) ini berkaitan dengan karya jurnalistik. Yang berwenang menentukan apakah karya tersebut bermasalah, menyudutkan, mengandung fitnah, atau tidak—itu adalah tugas Dewan Pers,” ujar Herik saat dihubungi, Selasa 22 April 2025.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar

Photo :

  • VIVA.co.id/Andrew Tito

“Jadi, langkah Kejagung ini merupakan bentuk pelanggaran prosedur,” imbuhnya.

Herik merujuk pada nota kesepahaman (MoU) yang sudah lama disepakati antara Dewan Pers dan aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan kejaksaan. Dalam MoU tersebut ditegaskan bahwa sengketa jurnalistik harus lebih dulu dikaji oleh Dewan Pers sebelum diproses secara hukum.

“Kalau Dewan Pers menyatakan bahwa kontennya bukan karya jurnalistik atau mengandung unsur pidana, barulah proses hukum bisa dilanjutkan. Tapi selama itu adalah produk jurnalistik yang masih bisa diperdebatkan dalam konteks pers, maka harus dikembalikan dulu ke Dewan Pers,” jelasnya.

IJTI mengkhawatirkan bahwa kasus ini bisa menciptakan preseden buruk, yakni membuka celah bagi institusi mana pun, termasuk Kejagung untuk menilai dan menghakimi karya jurnalistik secara sepihak tanpa melibatkan mekanisme yang berlaku di dunia pers.

“Kalau begini, bisa muncul persepsi bahwa siapa saja bisa menghakimi karya jurnalistik tanpa harus melalui Dewan Pers. Ini berbahaya bagi kebebasan pers dan menciptakan sengkarut hukum,” tegas Herik.

Meski begitu, IJTI tetap mendukung penegakan hukum apabila terdapat dugaan tindak pidana yang dilakukan Tian Bahtiar di luar konteks pemberitaan.

“Jika memang ada indikasi tindak pidana yang tidak terkait karya jurnalistik, maka silakan diproses sesuai hukum yang berlaku. Kami tidak akan mencampuri proses tersebut,” ujar Herik.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Tian Bahtiar sebagai tersangka atas dugaan perintangan penyidikan dalam sejumlah perkara korupsi yang tengah ditangani oleh Kejagung. Ia dituduh secara sengaja menyebarluaskan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung dengan tujuan mengganggu jalannya proses hukum.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyampaikan bahwa Tian diduga menjalankan aksinya atas pesanan dari dua pengacara bernama Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS). Keduanya diketahui merupakan kuasa hukum dari tersangka maupun terdakwa dalam perkara-perkara korupsi yang sedang diusut Kejagung.

“Para tersangka MS dan JS mengorder TB (Tian Bahtiar) untuk membuat dan menyebarkan berita serta konten yang bersifat negatif guna membentuk opini yang melemahkan legitimasi Kejagung dalam proses penyidikan, penuntutan, hingga persidangan,” kata Qohar dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Selasa.

Dalam prosesnya, Tian diduga menerima pembayaran sebesar Rp478.500.000 dari Marcella dan Junaedi. Uang tersebut diduga diterima secara pribadi dan tidak melibatkan redaksi maupun manajemen Jak TV.

“Transaksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan institusi tempat TB bekerja. Dana tersebut digunakan sebagai imbalan atas pembuatan dan penyiaran berita yang menyudutkan Kejaksaan,” kata Qohar.

Kejagung menegaskan bahwa kasus ini tidak semata-mata menyasar produk jurnalistik, melainkan berkaitan dengan dugaan persekongkolan untuk menghalangi jalannya proses penegakan hukum. Namun, di sisi lain, sejumlah organisasi pers menilai kasus ini bisa menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers jika tidak ditangani secara hati-hati dan transparan.

Halaman Selanjutnya

IJTI mengkhawatirkan bahwa kasus ini bisa menciptakan preseden buruk, yakni membuka celah bagi institusi mana pun, termasuk Kejagung untuk menilai dan menghakimi karya jurnalistik secara sepihak tanpa melibatkan mekanisme yang berlaku di dunia pers.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |