Jakarta, VIVA - Kejaksaan Agung pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2021.
Dari tiga tersangka, satu di antaranya merupakan purnawirawan TNI yaitu Laksamana Muda TNI (Purn) L.
“Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka pertama, Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kedua, ATVDH (selalu perantara). Ketiga, GK selaku CRO Navayo International AG,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangannya, Rabu, 7 Mei 2025.
Harli menjelaskan tiga tersangka dalam kasus tersebut ditetapkan dalam perkara koneksitas melalui Jampidmil Kejagung RI.
Tersangka L dalam kasus tersebut diduga menandatangani kontrak dengan GK untuk perjanjian penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan seniali 34.194.300 dolar AS pada 1 Juli 2016. Hanya saja nominal atau jumlah kesepakatan berubah menjadi 29.900.000 dolar AS.
Meski begitu, penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ke-3 itu diduga dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa. Tersangka ATV dalam prosesnya merupakan yang merekomendasikan perusahaan Navayo International.
Pihak Kemenhan diduga meneken empat sertifikat kinerja atau Certificate of Performance (CoP) yang dilakukan Navayo International. Kendati demikian sertifikat kinerja yang disiapkan ATV dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan pengecekan barang yang dikirim.
“Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan 4 invoice [pembayaran CoP], namun sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit,” tutur Harli.
Ilustrasi borgol untuk pelaku kejahatan.
Jampidmil dalam prosesnya sudah meminta ahli satelit Indonesia untuk melakukan pemeriksaan pekerjaan Navayo. Namun, pekerjaan Navayo itu tak sesuai dengan kesepakatan.
Alasan yang disampaikan bahwa hasil pekerjaan Navayo soal user terminal tidak pernah diuji terhadap satelit artemis yang berada di Slot Orbit 123 derajat bujur timur hingga barang-barang yang dikirim Navayo pernah dibuka dan diperiksa.
Kemenhan terkait proyek itu diwajibkan membayar 20.862.822 dolar AS berdasarkan final award putusan Arbitrase Singapura lantaran telah menandatangani sertifikat kinerja Navayo.
“Sementara menurut perhitungan BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan Nilai Kepabeanan sebesar Rp1.922.350.493,” jelas Harli.
Untuk memenuhi kewajiban soal pembayaran, dilakukan penyitaan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan apartemen Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita Paris.
Oleh karenanya, perbuatan yang dilakukan oleh L dan rekannya itu diduga merupakan tindakan korupsi dalam perkara koneksitas yang diusut Jampidmil Kejagung.
Para tersangka dalam kasus tersebut dipersangkakan primair sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Halaman Selanjutnya
“Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan 4 invoice [pembayaran CoP], namun sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit,” tutur Harli.