Jakarta, VIVA – Cannabidiol (CBD) dikenal sebagai senyawa alami yang ditemukan dalam tanaman ganja dan rami. CBD tidak menyebabkan "rasa mabuk" seperti tetrahydrocannabinol (THC), senyawa psikoaktif utama dalam ganja. Cannabidiol (CBD) ini sendiri telah lama menjadi topik perdebatan di berbagai belahan dunia. Mirisnya, di Indonesia, CBD meskipun tidak memiliki efek psikoaktif masih dikaitkan dengan senyawa psikoaktif Tetrahydrocannabinol (THC) yang dikategorikan sebagai narkotika golongan I, yang berarti Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan [VIDE: Penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU 35/2009]. Namun, penelitian di banyak negara telah membuktikan bahwa cannabidiol ([CBD], senyawa non-psikoaktif pada tanaman Cannabis Sativa, memiliki potensi medis yang signifikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak negara yang mempertimbangkan CBD sebagai bagian dari sistem kesehatan. Para dokter dan ilmuwan terus melakukan penelitian untuk memahami manfaat dan risiko penggunaannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Yayasan Advokasi Bantuan Hukum (SIBAKUM) meluncurkan E-book untuk memberikan wawasan yang mudah dipahami dan menarik tentang CBD, menjelaskan manfaatnya, serta bagaimana penggunaannya dalam dunia kesehatan global.
Lewat rilis yang diterima VIVA, Yayasan Advokasi Bantuan Hukum (SIBAKUM), sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang advokasi hukum, resmi meluncurkan e-book edukatif yang mengulas secara komprehensif manfaat Cannabidiol (CBD) bagi kesehatan serta kontribusinya terhadap penguatan sektor kesehatan di Indonesia.
E-book ini diterbitkan sebagai bagian dari komitmen SIBAKUM untuk meningkatkan literasi hukum dan kesehatan masyarakat, khususnya dalam hal pemahaman terhadap zat non-psikoaktif yang berasal dari tanaman Cannabis Sativa ini. Publikasi ini diharapkan menjadi rujukan awal yang kredibel bagi masyarakat luas, tenaga medis, akademisi, dan pembuat kebijakan yang ingin memahami potensi CBD dalam konteks ilmiah dan regulatif di Indonesia.
Dalam e-book tersebut, SIBAKUM menghadirkan pandangan dari tiga tokoh kunci yang selama ini aktif di bidang hukum, kesehatan, dan penelitian. “Pendekatan terhadap narkotika seharusnya tidak semata-mata represif. Negara perlu memberi ruang bagi kajian ilmiah dan medis terhadap zat-zat yang berpotensi memberikan manfaat kesehatan, seperti Cannabidiol,” ujar Dr. Anang Iskandar, S.I.K., S.H., M.H., mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) periode 2012-2015, dan juga sebagai pengawas SIBAKUM.
“CBD tidak bersifat adiktif dan memiliki profil keamanan yang relatif baik. Studi-studi internasional menunjukkan manfaatnya dalam mengurangi rasa nyeri, mengatasi gangguan kecemasan, dan membantu terapi epilepsi. Indonesia perlu mengejar ketertinggalan dalam hal riset dan pemanfaatan medis zat ini,” jelas Viqqi Kurnianda, Ph.D., peneliti dari Ryukyus University, Jepang, dan sekertaris SIBAKUM.
“Perkembangan hukum mengenai CBD di Indonesia masih bersifat stagnan dan cenderung tertinggal dari semangat kemajuan ilmu pengetahuan. Sudah saatnya dilakukan dekonstruksi hukum terhadap regulasi narkotika demi menjamin hak konstitusional warga negara atas pelayanan kesehatan,” terang Dr (c). Singgih Tomi Gumilang, S.H., M.H., seorang advokat dan kandidat doktor ilmu hukum di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, serta sebagai ketua SIBAKUM.
E-book ini dapat diunduh secara gratis melalui akun Instagram SIBAKUM, yayasansibakum dan akan disebarluaskan ke berbagai institusi pendidikan, organisasi profesi, dan lembaga pemerintahan terkait.
Tentang SIBAKUM
Yayasan Advokasi Bantuan Hukum [SIBAKUM] adalah lembaga nirlaba yang didirikan pada bulan Oktober 2024. SIBAKUM berkomitmen untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu, serta memperjuangkan hak-hak hukum mereka melalui pendekatan konstitusional dan advokatif. Salah satu fokus utama SIBAKUM adalah advokasi bagi individu yang terdampak regulasi narkotika, terutama dalam konteks penggunaan tanaman obat dan obat tradisional.
Halaman Selanjutnya
“Perkembangan hukum mengenai CBD di Indonesia masih bersifat stagnan dan cenderung tertinggal dari semangat kemajuan ilmu pengetahuan. Sudah saatnya dilakukan dekonstruksi hukum terhadap regulasi narkotika demi menjamin hak konstitusional warga negara atas pelayanan kesehatan,” terang Dr (c). Singgih Tomi Gumilang, S.H., M.H., seorang advokat dan kandidat doktor ilmu hukum di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, serta sebagai ketua SIBAKUM.