Kendari, VIVA – Proses pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) periode 2025–2029 menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi, aktivis kampus, hingga organisasi mahasiswa. Mereka menilai pemilihan tersebut sarat dengan penyalahgunaan kekuasaan, cacat prosedural, dan tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi akademik.
Saat ini, tiga nama calon rektor telah ditetapkan yakni Prof. Armid, S.Si., M.Si., M.Sc., D.Sc., Prof. Dr. Ruslin, S.Pd., M.Si., dan Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si. Berdasarkan jadwal resmi, keputusan final akan diambil pada 2 Juni 2025 oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) bersama Senat UHO.
Namun demikian, proses menuju penetapan tersebut dinilai oleh banyak pihak sebagai proses yang bermasalah. Akademisi sekaligus bakal calon rektor, Dr. Muhammad Zein Abdullah, S.IP., M.Si., menyebut pemilihan anggota Senat UHO sebagai pintu masuk ketidakadilan. Ia mengkritik keras intervensi pimpinan kampus yang disebutnya telah merekayasa proses secara sistematis.
“Proses pemilihan ini tidak mencerminkan semangat demokrasi kampus yang seharusnya menjunjung keterbukaan dan partisipasi. Saya menyayangkan dalam proses yang telah dikondisikan dan direkayasa oleh oknum pimpinan universitas maupun fakultas,” ungkap Zein dalam keterangannya.
Zein juga menyebut bahwa banyak dosen menemukan nama mereka tercantum sebagai anggota senat tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka. Ia menyebut ini sebagai bentuk manipulasi yang melanggar prinsip transparansi.
Kritik senada datang dari La Ode Muhammad Elwan, dosen FISIPOL UHO dan pemerhati politik kampus. Menurutnya, persoalan ini bukan hanya soal siapa yang akan menjabat, tetapi soal kerusakan proses demokratisasi dalam institusi pendidikan.
“Fakta-fakta yang mengemuka dari pernyataan salah satu calon rektor mengungkap dugaan pelanggaran administratif, manipulasi regulasi, serta intervensi kuasa yang sistematis oleh Rektor Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu,” ujarnya.
Ia menyebut pelanggaran paling mencolok adalah keterlambatan proses penjaringan calon rektor yang baru dimulai pada 10 April 2025, padahal sesuai Pasal 6 Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017, penjaringan seharusnya dilakukan maksimal lima bulan sebelum masa jabatan berakhir. Dengan masa jabatan rektor yang habis pada 2 Juli 2025, maka jadwal tersebut dinilai tidak sah.
Sementara itu, Sekretaris Umum DPD IMM Sulawesi Tenggara, Firdaus SE., mengkritik proses yang tidak melibatkan mahasiswa dan berlangsung secara tertutup sejak awal. Menurutnya, proses yang sarat intervensi dari pejabat kampus saat ini hanya menguntungkan calon tertentu.
“Pemilihan rektor terlalu banyak intervensi dari pimpinan yang saat ini menjabat, yang harusnya dia menjadi contoh untuk netral dalam pemilihan. Dan jika ini dibiarkan akan merugikan pihak lain,” tegas Firdaus.
Ia berharap Mendiktisaintek Brian Yuliarto turun tangan langsung untuk mengawal proses pemilihan secara objektif dan netral, demi masa depan kampus terbesar di Sulawesi Tenggara itu.
“UHO merupakan kampus ternama di Sulawesi Tenggara, sehingga Kemendiktisaintek memiliki tanggungjawab besar dalam menentukan calon rektor yang terbaik untuk ke depannya,” lanjut Firdaus.
Halaman Selanjutnya
Ia menyebut pelanggaran paling mencolok adalah keterlambatan proses penjaringan calon rektor yang baru dimulai pada 10 April 2025, padahal sesuai Pasal 6 Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017, penjaringan seharusnya dilakukan maksimal lima bulan sebelum masa jabatan berakhir. Dengan masa jabatan rektor yang habis pada 2 Juli 2025, maka jadwal tersebut dinilai tidak sah.