Jakarta, VIVA – Asma adalah penyakit kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas sehingga menimbulkan kesulitan bernapas. Meskipun sering dianggap ringan, asma merupakan kondisi serius yang dapat mengganggu kualitas hidup dan bahkan membahayakan nyawa jika tidak ditangani secara tepat.
Menurut dokter spesialis paru dr. Arief Bakhtiar, Sp.P(K), penyakit asma dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia maupun jenis kelamin.
“Asma tidak hanya terjadi pada anak-anak, tetapi juga sering dialami oleh remaja dan orang dewasa. Angka kejadiannya cukup tinggi. Bahkan menurut laporan global, kasus asma berada pada kisaran 1% hingga 18% dari total penduduk di berbagai negara,” ujarnya dalam konferensi pers World Asthma Day pada Selasa, 6 Mei 2025.
Data menunjukkan prevalensi asma bervariasi pada berbagai kelompok usia. Pada anak-anak, prevalensi asma tercatat mencapai 9,1%. Sementara, pada remaja angkanya meningkat menjadi 11%. Di kalangan orang dewasa, prevalensi asma tercatat sekitar 6,6%.
Menurut laporan dari Global Asthma Report, diperkirakan ada sekitar 339 juta orang di seluruh dunia yang mengalami penyakit asma. Di Indonesia sendiri, diperkirakan terdapat sekitar 18 juta orang yang menderita penyakit ini.
Asma termasuk dalam penyakit yang sering memiliki faktor keturunan. Artinya, jika salah satu atau kedua orang tua memiliki riwayat asma, maka risiko anak untuk mengalami asma juga akan meningkat.
Namun, mesti diketahui, faktor genetik bukan satu-satunya penyebab asma. Penyakit ini bisa muncul karena lingkungan tempat tinggal, kualitas udara, serta paparan zat tertentu juga sangat berperan.
“Asma adalah kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Ada anak-anak yang lahir dengan kecenderungan alergi, dan saat tumbuh besar di lingkungan penuh polusi atau pemicu alergi maka gejalanya akan lebih mudah muncul,” tambah dr. Arief.
Gejala asma sangat bervariasi, mulai dari yang ringan hingga berat. Beberapa orang mungkin hanya mengalami batuk ringan, terutama di malam hari. Sementara yang lain bisa mengalami sesak napas yang parah, hingga tidak bisa berbicara atau bergerak dengan leluasa. Gejala khas lainnya adalah napas berbunyi (mengi), rasa berat di dada, dan kelelahan setelah aktivitas ringan.
“Yang perlu dipahami adalah gejala asma bisa berubah-ubah tergantung waktu dan situasi. Bisa memburuk pada malam hari, saat cuaca dingin, atau setelah terkena debu atau asap,” jelas dr. Arief.
Ilustrasi anak asma
Photo :
- Pixabay/ Victoria-regen
Ada banyak faktor pencetus yang bisa memicu kambuhnya gejala asma. Setiap penderita bisa memiliki pencetus yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa pencetus asma yang paling umum:
1. Alergi terhadap serbuk sari, tungau debu, jamur, atau bulu hewan peliharaan.
2. Paparan polusi udara, termasuk asap kendaraan, asap rokok, atau zat kimia di udara.
3. Infeksi saluran napas, seperti flu, pilek, atau bronkitis.
4. Perubahan cuaca, terutama suhu dingin, udara lembap, atau perubahan musim yang drastis.
5. Stres emosional atau tekanan mental yang tinggi.
Hingga saat ini, asma belum dapat disembuhkan secara total. Namun, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik melalui pengobatan jangka panjang dan perubahan gaya hidup. Pengobatan utama terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Obat pengontrol (controller): dapat mengurangi radang dan memperbaiki fungsi paru pada pasien asma.
2. Obat pelega: dapat melebarkan saluran napas dan meredakan sesak
Halaman Selanjutnya
Namun, mesti diketahui, faktor genetik bukan satu-satunya penyebab asma. Penyakit ini bisa muncul karena lingkungan tempat tinggal, kualitas udara, serta paparan zat tertentu juga sangat berperan.