Perang Dagang Bikin Bisnis Kecil di China Ambruk, Produk Menumpuk di Gudang hingga Pabrik Mandek

5 hours ago 1

Rabu, 16 April 2025 - 13:36 WIB

Jakarta, VIVA – Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan China, berimbas ke berbagai sektor bisnis. Tak terkecuali, bisnis-bisnis kecil di China, yang mengandalkan ekspor ke AS.

Lantaran adanya tarif tinggi dari Presiden AS Donald Trump,  produk-produk yang dulunya laris di Walmart, kini tak bisa keluar dari gudang. “Ini sangat berat bagi kami,” kata Lionel Xu, pengusaha produk pengusir nyamuk dari perusahaan Sorbo Technology, seperti dikutip dari BBC, Rabu, 16 April 2025.

Diketahui, sekitar setengah dari produk Sorbo diekspor ke AS, dan perusahaannya memiliki sekitar 400 karyawan di Provinsi Zhejiang. “Kami khawatir. Kalau Trump tidak berubah pikiran, itu bisa sangat berbahaya untuk pabrik kami,” ujarnya lagi.

Serupa dengan itu, Amy dari Guangdong Sailing Trade Company juga mengeluhkan hal yang sama. Dia, menjual mesin es krim, dan pembelinya juga mayoritas dari Amerika.

Para warga menggunakan masker di Beijing, China.

Photo :

  • AP Photo/Andy Wong

“Kami sudah menghentikan produksi,” ujarnya. “Semua produk masih di gudang," tambah dia.

Para pedagang dari 30 ribu perusahaan lebih, dilaporkan merasa bingung dengan situasi perang tarif ini. Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan, ada 10 hingga 20 juta warga China bekerja untuk ekspor ke AS.

Seorang pekerja pabrik sepatu di Guangdong juga turut mengeluh. "Dulu saya dibayar 300 - 400 yuan (sekitar Rp689.700 - Rp919.600) per hari, sekarang mungkin hanya 100 yuan (sekitar Rp229.900).”

“Susah cari kerja sekarang,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, Trump sempat menangguhkan sebagian besar tarif setelah pasar saham global anjlok. Namun, dia tetap mempertahankan tarif impor untuk produk China. Beijing pun membalas dengan tarif 125 persen untuk produk Amerika.

Akibatnya, barang-barang seperti mixer, vacuum cleaner, hingga waffle maker dari China menjadi terlalu mahal untuk pasar AS. Alhasil, barang menumpuk di pabrik, dan konsumen AS harus membayar lebih mahal.

Hal ini menunjukkan ekonomi China tetap bergantung pada ekspor. Tahun lalu, ekspor menyumbang sekitar setengah dari pertumbuhan ekonomi.

Meski demikian, sebagian tetap berusaha bertahan. Amy berharap pasar Eropa, Saudi, dan Rusia bisa menjadi alternatif.

Kini, perang dagang yang menegangkan ini masih terus berlangsung, tanpa kejelasan negosiasi antara Washington dan Beijing. Para pengusaha China hanya bisa berharap dan mencari pasar baru sebelum pabrik benar-benar bangkrut.

Halaman Selanjutnya

“Susah cari kerja sekarang,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |