Persentase Keterlibatan Perempuan dalam Pemerintahan Indonesia Masih Jadi Sorotan

1 day ago 3

Senin, 14 April 2025 - 15:05 WIB

Jakarta, VIVA – Persentase keterlibatan perempuan dalam pemerintahan Indonesia masih jauh dari kata ideal. Meski sudah ada kuota 30 persen yang ditetapkan, kenyataannya pencapaian keterwakilan perempuan sebagai wakil rakyat masih belum mencapai angka tersebut. Hal ini menjadi salah satu isu penting yang dibahas dalam acara Women Empowerment Conference (WEC) 2025 yang digelar di Ballroom Westin Jakarta pada Senin 14 April 2025.

Konferensi bertajuk "Unlock Our Potential, Shaping the Future of Indonesia" ini diinisiasi oleh PT Mustika Ratu Tbk, Yayasan Puteri Indonesia, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Acara ini menghadirkan banyak tokoh inspiratif perempuan dari berbagai latar belakang, mulai dari pejabat negara, profesional, pengusaha, akademisi hingga aktivis, untuk membahas bagaimana perempuan bisa berperan lebih aktif dalam pembangunan bangsa.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Puteri Indonesia, Putri Kus Wisnu Wardani

Photo :

  • VIVA/Trisya Frida

Ketua Dewan Pembina Yayasan Puteri Indonesia, Putri Kus Wisnu Wardani, menekankan bahwa meskipun perempuan mencakup hampir setengah dari populasi Indonesia, keterwakilannya di pemerintahan masih jauh dari harapan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, jumlah perempuan mencapai 49,53 persen dari total penduduk Indonesia, atau sekitar 137,9 juta jiwa dari 278,8 juta jiwa.

“Di Indonesia ini kuota 30 persen saja sebagai wakil rakyat belum tercapai, belum terpenuhi ya sedangkan kita baru 21 sekian persen tahun 2024 kemarin. Sedangkan (negara) Tanzania yang kuotanya sama itu sudah mencapai 36 persen. Sedih sekali kalau mendengar itu,” ujar Putri Kus dalam wawancaranya di Jakarta pada Senin, 14 April 2025. 

Ia juga mengungkapkan bahwa Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia memang terus mengalami peningkatan, dari 91,63 persen di tahun 2022 menjadi 91,85 persen di tahun 2023. Namun, ketika bicara soal kesetaraan peran perempuan di posisi pengambil keputusan, angka-angka tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. “Fakta ini menunjukkan bahwa kita masih banyak harus mengejar kesetaraan peran perempuan di Indonesia ini,” tambahnya.

Putri Zulkifli Hasan

Photo :

  • VIVA/Trisya Frida

Sementara itu, Ketua Fraksi PAN DPR RI, Putri Zulkifli Hasan yang juga menjadi panelis dalam acara ini menyoroti tantangan lain yang juga sangat krusial, yaitu stereotip negatif terhadap perempuan, terutama di dunia politik. Menurutnya, perempuan sering kali dianggap hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi syarat administratif saja.

“Mungkin yang dihadapi adalah adanya stereotip bahwa perempuan itu, utamanya di dunia politik, itu kadang dianggap sebagai pelengkap saja. Tetapi ketika perempuan dijadikan sebagai sosok pemimpin, pengambil keputusan, ini lalu diragukan. Diragukan kapabilitasnya, diragukan apakah sudah cukup berpengalaman atau belum,” jelas Putri Zulkifli.

Ia juga menggarisbawahi bahwa dunia politik masih sangat identik dengan nilai-nilai maskulin, sehingga perempuan harus menghadapi standar ganda. Meski begitu, ia percaya bahwa perempuan memiliki kompetensi dan kapasitas untuk menjadi pemimpin yang mampu membawa perubahan.

“Apapun tantangannya, kita sebagai pemimpin perempuan tidak boleh menjadikannya sebagai batasan. Kita juga memiliki kapabilitas, memiliki kompetensi, memiliki kondisi memberikan yang terbaik di tiga perempuan,” tegasnya.

Acara WEC 2025 ini diharapkan bukan hanya menjadi konferensi satu hari, tetapi juga menjadi gerakan berkelanjutan yang membuka ruang pelatihan, mentoring, dan kolaborasi bagi perempuan dari berbagai daerah dan latar belakang.

“Harapan kami dengan Women Empowerment Conference yang kami adakan ini akan menjadi salah satu motor penggerak peningkatan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan di negeri Indonesia,” tutup Putri Kus.

Halaman Selanjutnya

Sementara itu, Ketua Fraksi PAN DPR RI, Putri Zulkifli Hasan yang juga menjadi panelis dalam acara ini menyoroti tantangan lain yang juga sangat krusial, yaitu stereotip negatif terhadap perempuan, terutama di dunia politik. Menurutnya, perempuan sering kali dianggap hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi syarat administratif saja.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |