Jakarta, VIVA – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebut, penetapan batas maksimum suku bunga harian sebesar 0,8 persen oleh penyelenggara pinjaman online (pinjol) merupakan inisiatif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan hasil kesepakatan para pelaku usaha.
Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Andi Kasim mengatakan penetapan batas suku bunga ini dilakukan untuk mencegah praktik pinjol ilegal, bukan hasil dari kesepakatan internal di antara pelaku usaha fintech lending. Hal ini merespons penyelidikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pelanggaran aturan persaingan usaha.
“Esensi penetapan batas maksimum yang saat ini diangkat oleh KPPU sebenarnya datang dari regulator, dari OJK, bukan dari pemain. Saya pribadi bahkan sempat menyatakan keberatan saat itu,” ujar Ronald dalam konferensi pers Rabu, 14 Mei 2025.
Ilustrasi Pinjol yang Galbay
Ronald menjelaskan, saat batas bunga itu dibahas, industri fintech lending sebenarnya sudah memiliki mekanisme pasar melalui kode etik AFPI dengan lebih dari 70 pelaku usaha P2P lending multiguna saat itu.
“Kita sudah punya asosiasi, sudah punya code of conduct. Biarkan mekanisme pasar berjalan. Pelaku usaha akan bersaing dengan cara mereka sendiri untuk mendapatkan konsumen,” jelasnya.
Meski demikian, Ronald mengatakan pihaknya memahami bahwa OJK saat itu menghadapi tekanan besar untuk mengambil tindakan atas menjamurnya pinjol ilegel. Sehingga diputuskan untuk menetapkan batas maksimum bunga sebagai bentuk perlindungan konsumen.
Penetapan batas ini menurutnya, tidak menghalangi pelaku usaha dalam menentukan suku bunga berdasarkan risiko peminjam dan preferensi pemberi dana.
“Batas itu hanya maksimum. Platform tetap bisa menetapkan bunga sesuai dengan preferensi risiko konsumen mereka,” jelasnya.
Sebelumnya, KPPU segera menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjol dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Langkah ini
menandai eskalasi serius atas temuan indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjaman berbasis teknologi.
Penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Ditemukan bahwa mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4 persen per hari pada tahun 2021.
“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa dalam keterangannya.
Ilustrasi pinjaman online (pinjol).
Dalam melakukan penyelidikan, KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antar pelaku di industri pinjol. Model bisnis pinjaman online di Indonesia mayoritas menggunakan pola Peer-to-Peer (P2P) Lending, menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.
Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI.
Namun, struktur pasar menunjukkan cukup tingkat konsentrasi tinggi. Per Juli 2023, terdapat 97 penyelenggara aktif, dengan dominasi pasar terpusat pada beberapa pemain utama, antara lain KreditPintar (13 persen pangsa pasar), Asetku (11 persen), Modalku (9 persen), KrediFazz (7 persen), EasyCash (6 persen), dan AdaKami (5 persen).
Sisanya tersebar pada pemain-pemain dengan pangsa minor. Konsentrasi pasar diduga semakin kuat dengan adanya afiliasi kepemilikan atau hubungan mereka dengan platform e-Commerce.
Halaman Selanjutnya
Penetapan batas ini menurutnya, tidak menghalangi pelaku usaha dalam menentukan suku bunga berdasarkan risiko peminjam dan preferensi pemberi dana.