Ratusan Driver Minta Formalisasi Ojol Dihentikan: Kami Mitra Bukan Buruh

4 hours ago 3

Sabtu, 10 Mei 2025 - 18:20 WIB

Jakarta, VIVA – Ratusan driver ojek online (ojol) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, pada Kamis lalu, 8 Mei 2025.

Mereka mendesak pemerintah menghentikan eksploitasi dan komersialisasi terhadap pengemudi ojol yang terus didorong masuk ke dalam klasifikasi buruh.

Ratusan ojol itu tergabung dalam Koalisi Pandawa V, yang terdiri dari Koalisi Ojol Nasional (KON), Laskar Malari, Keluarga Besar Driver Jabodetabek (KBDJ), Tiga Pilar, dan Kalibata

Dalam siaran persnya, perwakilan KON menyampaikan bahwa para driver kerap diseret ke dalam narasi sebagai pekerja atau buruh oleh sebagian elite serikat buruh maupun partai politik, padahal kenyataannya berbeda.

Ilustrasi demo pengemudi ojek online (ojol)

Photo :

  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Bahkan, menurut mereka, ada serikat buruh yang mengklaim membela driver ojol, namun sebenarnya memiliki agenda tersembunyi, seperti mengubah status mitra menjadi pekerja tetap dengan hak-hak seperti THR, pesangon, asuransi, jaminan pensiun, dan cuti.

"Padahal, status ojol berbeda dengan serikat buruh atau serikat pekerja. Sebab, ojol bekerja berlandaskan kemitraan tanpa ada payung hukum yang mengikat, sedangkan buruh atau pekerja mengacu pada UU Ketenagakerjaan," tegas KON dalam pernyataannya, dikutip Sabtu 10 Mei 2025.

KON menilai bahwa pengemudi ojol tidak bisa disamakan dengan pekerja formal. Oleh karena itu, mereka menuntut pemerintah menghentikan segala bentuk penyamaan status yang dinilai menyesatkan dan tidak berpijak pada realitas hukum.

Dalam aksi tersebut, Juru Bicara Koalisi Pandawa V, Mohammad Rahman, menyuarakan perbedaan fundamental antara buruh dan mitra ojol.

"Harusnya (pemerintah ikut) tinggal turun ke lapangan. Kalau buruh di-PHK bisa jadi ojol. Tapi kalau mitra ojol diputus, bisa jadi buruh? Belum tentu. Nggak ada perlindungan," ujarnya.

Ketua KON, Andi Gustianto, bahkan mengkritik ketidaksiapan pemerintah dalam menangani persoalan ini secara konsisten.

"Mitra dibingungkan oleh pihak Kemenaker yang ingin menjadikan ojol sebagai pekerja, sedangkan Kementerian Koperasi dan UKM hendak menjadikan ojol sebagai pelaku usaha," kata Andi.

KON juga mengecam janji-janji Kemenaker terkait pemberian THR bagi ojol. Mereka menilai janji tersebut sebagai bentuk penyesatan, karena pada kenyataannya tidak pernah ada THR bagi mitra pengemudi.

"Jadi, iming-iming mengenai THR yang disampaikan Menaker menuai polemik dan kegaduhan di internal pengemudi daring," tegas mereka.

Menurut para pengemudi, Bonus Hari Raya (BHR) yang selama ini diterima merupakan insentif tambahan, bukan THR sebagaimana diatur dalam hukum ketenagakerjaan. Namun kini, BHR justru dinilai membebani karena dikaitkan dengan program-program baru dari aplikator.

"Sebab itu, kami bersama-sama komunitas ojol lain dalam KON menyampaikan, hentikan eksploitasi dan komersialisasi ojol oleh elite politik tertentu dan kelompok buruh. Kemnaker juga harus bertanggung jawab atas dampak BHR yang semakin mencekik leher para mitra driver, karena program-program dari aplikator."

Salah satu tuntutan yang paling vokal adalah desakan kepada pemerintah agar segera memanggil manajemen Grab terkait program Grab Hemat, yang dinilai memberatkan para mitra.

"Dampaknya besar [Grab Hemat]. Komisi 20% tetap, tapi sekarang ada potongan tambahan per orderan kalau ikut program Grab Hemat, antara Rp3.000–Rp20.000. Kalau tidak ikut Grab Hemat, tidak dapat orderan. Ini yang menyakitkan teman-teman di lapangan," tutur Mohammad.

Halaman Selanjutnya

KON menilai bahwa pengemudi ojol tidak bisa disamakan dengan pekerja formal. Oleh karena itu, mereka menuntut pemerintah menghentikan segala bentuk penyamaan status yang dinilai menyesatkan dan tidak berpijak pada realitas hukum.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |