Jakarta, VIVA – Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang baru saja disahkan di tahun 2025 mencatatkan bahwa komisaris dan direksi sudah bukan lagi penyelenggara negara. Adapun sederet prajurit TNI yang menjabat sebagai komisaris hingga direksi pada perusahaan BUMN.
UU BUMN merubah penugasan hingga pola kerja pada BUMN. Hal itu diungkap langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Setelah adanya perubahan pola kerja dibawah UU BUMN tersebut, Erick Thohir pun bakal menggandeng KPK, BPK hingga Kejagung. Tujuannya, agar perusahaan-perusahaan BUMN tetap bersih dari tindak pidana korupsi.
"Justru kenapa kita ada sinkronisasi dengan KPK, Kejaksaan, BPK, semua ini ya tadi, untuk supaya semuanya transparan, dan ada juklak-juklak daripada penugasan yang lebih ini," ujarnya di KPK pada akhir April 2025 kemarin.
Ketua Umum PSSI itu, berjanji akan berbenah internal Kementerian BUMN sejak awal. Tujuannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya.
"Iya itu UU-nya ada definisinya, tapi tentu ini yang kita harus sinkronisasi. Saya tidak mau terlalu mendetailkan, nanti ada perbedaan persepsi yang jadi polemik baru. Nah ini yang kita tidak mau, kenapa sejak awal kita langsung rapatkan," kata dia.
Pun, dari adanya perubahan pola kerja BUMN tersebut, VIVA menelusuri ada sejumlah prajurit TNI yang menjabat sebagai komisaris hingga direksi perusahaan BUMN.
1. Asisten Teritorial Panglima TNI Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya
Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya telah diangkat oleh Erick Thohir pada 7 Februari 2025 menjadi Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Penunjukan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri BUMN Nomor: SK-30/MBU/02/2025.
2. Jenderal TNI Maruli Simanjuntak
Erick Thohir telah menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang juga menantu Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Komisaris Utama PT Pindad pada 22 September 2024. Pengangkatan tersebut diatur dalam SK Menteri BUMN Nomor: SK-16/MBU/01/2024.
3. Laksamana TNI Muhammad Ali
Laksamana Muhammad Ali pada 18 Desember 2024, diangkat oleh Erick Thohir komisaris utama PT PAL Indonesia. Pengangkatannya telah tercantum dalam SK Menteri BUMN Nomor: SK-299/MBU/12/2024.
4. Mayor Jenderal TNI (Purn) Marga Taufiq
Mayjen TNI (Purn) Marga Taufiq dipilih menjadi Wakil Direktur Utama Perum Bulog. Dia rensi menjabat pada 10 September 2024 di Perum Bulog. Marga Taufiq pernah aktif di Angkatan Darat, dan keahliannya adalah dalam bidang infanteri.
5. Marsekal Muda Maroef Sjamsoeddin
Maroef Sjamsoeddin ditunjuk menjadi Direktur Utama MIND ID. Dia ditunjuk pada jabatan BUMN pada 3 Maret 2025.
Maroef merupakan Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin. Dia adalah seorang lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) dan pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada 2011 - 2014.
Sebelum bergabung dengan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID, dia menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia pada 2015 - 2016.
6. Kolonel Infanteri TNI (Purn) Restu Widiyanto
Restu Widiyanto resmi menggantikan posisi Ahmad Dani Virsal menjadi Direktur Utama PT Timah Tbk, bagian dari holding BUMN pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID). Penunjukannya terjadi pada 2 Mei 2025.
Restu, menggantikan Ahmad Dani Virsal, yang telah memimpin perseroan sejak 15 Juni 2023, memiliki pengalaman militer mentereng, termasuk sebagai Komandan Kontingen Indonesia dalam misi PBB bersama Dansatgas Indo Force Protection Company, serta pernah menjabat sebagai Inspektorat Daerah Militer (Irdam) VI/Mulawarman dan Komandan Korem 022/Pantai Timur.
7. Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Sutomo
Agus Sutomo merupakan Direktur Utama PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) atau APN awalnya adalah PT Indra Karya (Persero). Perusahaan ini bergerak pada sektor infrastruktur, dan saat ini mengubah haluannya menjadi perusahaan perkebunan sawit.
Direksi PT Agrinas Palma Nusantara berjumlah tujuh orang. Tapi Direktur Utamanya adalah Agus Sutomo.
Agus pernah menjabat sebagai Irjen Kemhan RI. Alumnus Akademi Militer 1984 itu berasal dari kecabangan infanteri, dan pernah menjabat menjadi Komandan Paspampres pada 2011 - 2012, serta Komandan Jenderal Kopassus pada 2012 - 2014.
8. Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono
Marsekal Mohamad Tonny Harjono ditunjuk menjabat sebagai komisaris utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Penunjukannya tertuang dari perombakan komisaris melalui Surat Keputusan Nomor SK-303/MBU/12/2024 dan Nomor 012/KRUPS/LEN-PTDI/XII/2024.
9. Marsekal Muda TNI (Purn) Gita Amperiawan
Direktur Utama PTDI tetap diemban oleh Marsekal Muda TNI (Purn) Gita Amperiawan, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-34/MBU/01/2022 yang berlaku sejak 27 Januari 2022. Gita dikenal sebagai sosok yang memiliki rekam jejak panjang pada bidang pertahanan.
Sebelum menakhodai PTDI, Gita pernah menduduki sejumlah pos strategis: Kepala Subdirektorat Teknologi Pertahanan di Kementerian Pertahanan RI, Komandan Unit Pemeliharaan Angkatan Udara, serta Direktur Teknologi Industri Pertahanan (Dirtekindhan) di Ditjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan pada periode 2017–2018.
Dia juga pernah dipercaya menjadi Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau), sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertahanan di Universitas Pertahanan (Unhan) pada 2021.
KPK Bakal Kaji UU BUMN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal komisaris dan direksi di Perusahaan BUMN sudah bukan lagi penyelenggara negara. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang BUMN yang baru saja disahkan di tahun 2025.
Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan bahwa saat ini lembaganya tengah mengkaji terkait dengan kebijakan dalam UU BUMN tersebut.
"KPK saat ini sedang melakukan kajian terkait dengan UU 1/2025 terkait dengan BUMN, bagaimana kaitannya dengan tugas, fungsi, dan kewenangan KPK," ujar Budi Prasetyo di KPK, Senin 5 Mei 2025.
Budi menyebutkan bahwa ketika melakukan pengkajian tersebut, KPK tidak lupa menyelaraskan dengan aturan-aturan yanh mengatur kewenangan lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi.
"Dalam melakukan kajian tersebut, KPK tentu juga akan melihat peraturan dan ketentuan lainnya seperti KUHAP, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Keuangan Negara, dan sebagainya," katanya.
"Semua UU itu kemudian nanti akan dikaji oleh KPK untuk melihat seperti apa UU BUMN kaitannya dengan tugas, fungsi, dan kewenangan upaya pemerantasan korupsi oleh KPK, baik melalui pendekatan penindakan, pencegahan, ataupun pendidikan," lanjut Budi.
KPK di sisi lain juga mengencangkan upaya pencegahan dan pendidikan di sektor pelaku usaha hingga BUMN. Pasalnya, perusahaan di BUMN masih menjadi sektor terdepan ditemukan dugaan tindak pidana rasuah.
"Oleh karena itu KPK memandang penting untuk melakukan intervensi-intervensi pencegahan korupsi, sehingga kita bisa betul-betul mendorong praktik-praktik bisnis yang berintegritas sehingga kita bisa mendorong penciptaan iklim bisnis yang bersih," tandas Budi.
Dalam hal ini, lanjut Budi, KPK memberikan support. Karena selama ini KPK juga terus mendorong, dan terus melakukan pendampingan berbagai upaya-upaya pencegahan korupsi di sektor pelaku usaha, salah satunya melalui pancek, panduan anti korupsi, pencegahan korupsi di sektor usaha, termasuk melalui pendekatan pendidikan.
Kejagung Komisaris-Direksi BUMN Tetap Bisa Dipidana
Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengkaji secara seksama Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), yang baru disahkan pada 24 Februari 2025.
Fokus kajian ini tertuju pada ketentuan kontroversial dalam UU tersebut, yakni yang menyebutkan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, serta dewan pengawas BUMN tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa lembaganya masih mendalami secara hukum dan sistemik implikasi dari ketentuan tersebut.
“Terkait dengan keberadaan UU BUMN yang baru, tentu yang pertama kami terus melakukan pengkajian dan pendalaman terhadap substansi yang terdapat di dalamnya,” kata Harli kepada wartawan, Senin 5 Mei 2025.
Harli menegaskan bahwa meskipun status hukum direksi dan komisaris BUMN berubah, Kejaksaan tetap berkomitmen untuk menindak tegas segala bentuk tindak pidana, khususnya yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Menurutnya, penegakan hukum akan tetap berjalan jika terdapat unsur fraud, persekongkolan, atau aliran dana negara secara tidak sah, meskipun pelakunya berasal dari entitas yang tidak dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
“Jika ada unsur penipuan, persekongkolan, permufakatan jahat, dan aliran uang negara ke BUMN atau korporasi dalam bentuk apapun, itu tetap bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Di situlah pentingnya proses penyelidikan untuk mengidentifikasi apakah ada unsur-unsur tersebut,” ujarnya.
Harli menambahkan, keberadaan unsur keuangan negara dalam suatu kegiatan BUMN bisa menjadi dasar awal bagi aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi lebih lanjut, terlepas dari status penyelenggara negara atau tidaknya individu yang terlibat.
UU BUMN 2025 mengubah sejumlah ketentuan mendasar dari regulasi sebelumnya, yakni UU Nomor 19 Tahun 2003. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 9G, yang secara eksplisit menyatakan bahwa anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Selain itu, Pasal 87 angka 5 juga mempertegas bahwa pegawai BUMN tidak termasuk kategori penyelenggara negara. Ketentuan ini berlaku terhadap seluruh pegawai yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Perubahan status ini menimbulkan kekhawatiran dari sejumlah kalangan, karena dapat mempersempit ruang lingkup pengawasan oleh lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman, maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang selama ini menggunakan status penyelenggara negara sebagai dasar pertanggungjawaban etik dan hukum.
Sejumlah pakar hukum juga mempertanyakan apakah ketentuan baru ini dapat membuka celah impunitas bagi elite BUMN, terutama mengingat banyak kasus korupsi yang sebelumnya melibatkan direksi atau komisaris perusahaan milik negara. Dalam beberapa kasus besar, status mereka sebagai penyelenggara negara memungkinkan penanganan oleh KPK dengan skema hukum pidana korupsi yang lebih ketat.
Kejaksaan Agung, melalui kajian yang saat ini dilakukan, berharap dapat mengidentifikasi secara lebih mendalam ruang hukum yang masih tersedia bagi penegakan keadilan, terutama dalam mencegah BUMN menjadi tempat penyalahgunaan dana publik yang terselubung.
Halaman Selanjutnya
2. Jenderal TNI Maruli Simanjuntak