Kemenparekraf Soroti Polemik Study Tour di Sekolah, Pelarangan Dinilai Bukan Solusi

4 hours ago 2

Rabu, 14 Mei 2025 - 23:33 WIB

Jakarta, VIVA – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menegaskan komitmennya dalam menciptakan ekosistem wisata edukatif yang aman dan bermakna. Konsensus yang mengemuka yaitu pelarangan 'study tour' dinilai bukanlah jalan keluar. Sebab, yang dibutuhkan adalah regulasi yang adil dan kolaborasi lintas sektor demi pelaksanaan wisata edukasi yang lebih terarah dan berdampak.

Topik ini dibahas secara khusus melalui forum diskusi Ngoprek (Ngobrolin Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) dengan tema “Dilarang atau Diatur? Mencari Titik Temu Antara Study Tour dan Masa Depan Pariwisata” di Balairung Soesilo Soedarman. Forum ini mempertemukan regulator, pelaku industri, pendidik, hingga perwakilan masyarakat dan menjadi ruang temu penting bagi pemangku kepentingan untuk mencari solusi atas polemik study tour yang mencuat ke publik.

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ni Luh Puspa, menegaskan bahwa fokus pemerintah bukan pada larangan, melainkan pada penyusunan pedoman yang menjamin keselamatan dan kebermanfaatan.

"Bukan soal menghasilkan angka pariwisata, tapi bagaimana kegiatan ini memberi manfaat nyata bagi adik-adik kita. Kita ingin solusi jangka panjang, bukan sekadar memadamkan polemik sesaat,” kata Ni Luh dalam keterangannya, Rabu 14 Mei 2025.

Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa.

Photo :

  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham

Ia menambahkan bahwa Kemenparekraf saat ini tengah menyusun panduan wisata edukatif yang menekankan aspek keamanan siswa, kesiapan destinasi, serta muatan pembelajaran.

“Wisata edukasi perlu dirancang dengan hati-hati, tapi jangan sampai anak-anak kehilangan kesempatan belajar langsung dari lingkungan,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Rizki Handayani Mustafa, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, mengakui belum adanya pedoman nasional khusus untuk wisata edukatif, namun melihat polemik ini sebagai peluang penyempurnaan.

“Ini bisa jadi blessing in disguise. Diskusi seperti ini penting agar kita tidak terjebak pada pelarangan, tapi membahas model penyelenggaraan yang bertanggung jawab,” ungkap Rizki.

Dari daerah, Herdi Herdiansyah, Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan Provinsi Banten, menjelaskan pihaknya kerap menerima aduan dari orang tua terkait biaya dan keamanan.

“Karena itu kami tidak melarang, tapi mengimbau kegiatan dilakukan di dalam provinsi. Banyak destinasi lokal yang cocok untuk tujuan edukasi,” ujarnya.

Sementara itu, tokoh pendidikan Satriawan Salim dari P2G menekankan pentingnya membedakan antara "study" dan "tour". Ia menyoroti perlunya standarisasi menyeluruh, mulai dari jumlah pembimbing hingga substansi edukatif.

“Yang harus dihindari adalah tour tanpa study. Kita butuh standarisasi, dari proporsi pembimbing, keamanan, sampai substansi edukasinya,” tegasnya.

Direktur Utama TMII, Intan Ayu Kartika, turut menyoroti perlunya aturan nasional. Ia menyebut ruang belajar di luar kelas sangat penting dalam membentuk karakter.

“Anak-anak perlu ruang belajar di luar kelas untuk membentuk karakter. Tapi tentu harus ada aturan yang mengatur jumlah pendamping, kurasi materi, hingga transportasi,” katanya.

Pelaku industri juga angkat suara. Donny D dari Adonta Education menyoroti pentingnya membedakan travel agent umum dengan penyedia edutrip yang memiliki pendekatan lebih akademis dan aman.

Sugeng Handoko, penggerak desa wisata Nglanggeran, berbagi dampak nyata dari wisata edukatif berbasis pengalaman lokal. Ia mencontohkan bagaimana siswa lebih menghargai makanan setelah belajar langsung dari proses menanam dan memasak di desa.

Diskusi Ngoprek edisi perdana ini menggarisbawahi bahwa masa depan wisata edukasi bukan soal dilarang atau tidak, melainkan soal bagaimana diatur secara bijak.

Kolaborasi antar sektor pemerintah, pelaku industri, pendidik, dan masyarakat menjadi kunci menuju format study tour yang aman, bertanggung jawab, dan berdampak positif.

Ngoprek akan digelar rutin setiap bulan sebagai ruang dialog terbuka antara pemangku kepentingan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Halaman Selanjutnya

Dalam kesempatan yang sama, Rizki Handayani Mustafa, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, mengakui belum adanya pedoman nasional khusus untuk wisata edukatif, namun melihat polemik ini sebagai peluang penyempurnaan.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |