Jakarta, VIVA – Baru-baru ini, kecelakaan maut yang melibatkan sebuah bus kembali terjadi, yakni bus milik PO Antar Lintas Sumatera (ALS) dengan nomor polisi B 7512 FGA yang terguling di ruas jalan Bukittinggi–Padang, tepatnya di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat.
Bus yang membawa 35 penumpang itu kehilangan kendali dan terguling dengan posisi roda kanan di atas.
Sebanyak 12 penumpang meninggal dunia di tempat, sementara 23 lainnya mengalami luka-luka. Diketahui penyebab peristiwa ini karena rem blong.
Insiden tersebut pun menambah panjang daftar kecelakaan tragis yang melibatkan angkutan umum, khususnya bus antarkota, dan seakan-akan tidak pernah usai.
Bus ALS yang mengalami kecelakaan di Padang Panjang tewaskan 12 orang
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menilai bahwa penyebab utama kecelakaan bukan sekadar soal kondisi jalan, tetapi lebih pada kesiapan kendaraan dan pengemudi itu sendiri.
“Kecakapan pengemudi sangat rendah. Mereka bekerja dalam kondisi kelelahan, waktu kerja dan istirahat tidak diatur, tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk, dan tidak ada regulasi yang melindungi mereka,” ujarnya dikutip VIVA dalam keterangan resmi.
Menurut Djoko, tidak adanya regulasi tersebut pun menyebabkan performance berkendara para sopir ini menurun dan bisa berisiko tinggi terhadap kelelahan, serta berujung pada micro sleep.
“Pengemudi juga harus memiliki kepribadian dan kompetensi yang baik, meliputi skill, knowledge, dan attitude, sehingga dapat melayani dan menghargai penumpang dengan mengutamakan keselamatan," katanya.
Lebih lanjut, ia pun membeberkan data dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan bahwa 84 persen kecelakaan bus terjadi akibat dua faktor dominan, yakni kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi.
Untuk kegagalan rem bisa dipicu oleh kondisi teknis kendaraan yang buruk maupun oleh pengemudi yang tidak menguasai kendaraannya.
Kemudian, Djoko turut menekankan bahwa kondisi maraknya kecelakaan maut yang melibatkan hus juga tidak bisa dilepaskan dari lemahnya perhatian pemerintah terhadap keselamatan transportasi.
Salah satu penyebabnya adalah pemangkasan anggaran keselamatan yang dinilai tidak tepat sasaran.
“Pemotongan anggaran keselamatan yang serampangan akan berdampak pada meningkatnya risiko kecelakaan. Kalau tidak ada dana untuk keselamatan, pemerintah harus jujur kepada publik,” terang Djoko.
Ia juga mengingatkan agar program keselamatan di Kementerian Perhubungan serta anggaran operasional KNKT tidak ikut dipangkas.
Halaman Selanjutnya
“Pengemudi juga harus memiliki kepribadian dan kompetensi yang baik, meliputi skill, knowledge, dan attitude, sehingga dapat melayani dan menghargai penumpang dengan mengutamakan keselamatan," katanya.