Oleh: Ginanjar Wiro Sasmito (Wakil Direktur Poltek Harber / Wakil Ketua Komite Tetap Pendidikan Vokasi – KADIN Indonesia)
Jakarta, VIVA – Dalam lanskap ekonomi Asia Tenggara yang dinamis, Vietnam muncul sebagai bintang terang yang patut dicermati. Selama kurang dari dua dekade, negara itu berhasil mentransformasi dirinya dari ekonomi berbasis agraria menjadi kekuatan manufaktur yang kuat dan ekspansif.
Pertumbuhan sektor ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan hasil dari perencanaan jangka panjang dan kebijakan strategis yang konsisten, salah satu fondasi penting dari keberhasilan tersebut terletak pada strategi pembangunan sumber daya manusia yang berorientasi pada vokasi—terintegrasi, responsif, dan berpihak pada kebutuhan industri.
Pendidikan vokasi di Vietnam tidak hanya dirancang sebagai pelengkap sistem pendidikan umum, melainkan sebagai pilar utama untuk menjembatani dunia pendidikan dan dunia industri. Kurikulum yang responsif terhadap perkembangan teknologi, kolaborasi erat dengan pelaku industri, dan pembiayaan yang kuat dari negara menjadi elemen kunci yang memastikan lulusan vokasi siap pakai dan relevan. Dengan demikian, strategi pembangunan SDM Vietnam bukan hanya mencetak tenaga kerja terampil, tetapi juga memperkuat daya saing industri nasional dalam menghadapi era globalisasi dan revolusi industri 4.0.
Vietnam tidak membangun kekuatan manufakturnya hanya dengan menarik investasi asing dan mengandalkan upah murah. Yang mereka lakukan adalah menyiapkan ekosistem tenaga kerja terampil melalui sistem pendidikan vokasi yang kuat, adaptif, dan terhubung erat dengan dunia industri. Kunci keberhasilan mereka adalah keberanian menata ulang hubungan antara lembaga pendidikan dan kebutuhan nyata pasar kerja, terutama di sektor manufaktur.
Model link and match antara pendidikan dan industri di Vietnam bukan sebatas jargon, melainkan dijalankan secara konkret. Industri dilibatkan sejak awal dalam penyusunan kurikulum, penyediaan fasilitas pelatihan, hingga proses sertifikasi keterampilan. Banyak lulusan pendidikan vokasi di Vietnam yang langsung terserap ke sektor manufaktur karena telah dibekali dengan keterampilan praktis yang dibutuhkan perusahaan.
Implikasi dari apa yang telah diupayakan oleh Vietnam sudah mulai terlihat jelas. Dalam laporan World Bank dan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), ekspor manufaktur Vietnam melonjak drastis dalam satu dekade terakhir, dengan komoditas unggulan seperti elektronik, komputer, tekstil, mesin dan suku cadangnya, alas kaki, hingga peralatan rumah tangga.
Pada tahun 2024, berdasarkan data yang dirilis Vietnam Ministry of Industry and Trade, bahwa total nilai ekspor Vietnam diperkirakan mencapai USD 405,53 miliar yang mencatatkan kenaikan sebesar 14,3% dibandingkan tahun sebelumnya, dimana sektor manufaktur dan pengolahan berkontribusi 70.2% dari total ekspor Vietnam. Disamping itu pada tahun yang sama investasi langsung asing (FDI (Foreign Direct Investment)) yang disalurkan mencapai sekitar US$25,35 miliar (terdapat peningkatan sebesar 9,4% dibandingkan pada tahun sebelumnya), dengan sektor manufaktur dan pengolahan menerima porsi terbesar . Hal ini tentu menunjukkan kepercayaan investor terhadap kualitas dan kesiapan tenaga kerja Vietnam.
Vietnam telah berhasil memposisikan dirinya sebagai alternatif rantai pasok global, dan dalam banyak kasus, berhasil menarik investasi yang semula ditujukan ke negara lain, termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik investor saat ini tidak hanya ditentukan oleh faktor biaya, tetapi juga oleh ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan siap kerja.
Apa yang bisa dipelajari dari Vietnam?
Pertama, transformasi ekonomi tidak bisa dilepaskan dari reformasi pendidikan, khususnya pendidikan vokasi. Indonesia selama ini memiliki program vokasi di berbagai jenjang, namun banyak yang masih berjalan di ruang hampa—tidak terhubung secara langsung dengan dunia usaha. Kesenjangan antara keterampilan lulusan dan kebutuhan industri masih tinggi, sehingga menyebabkan rendahnya daya serap tenaga kerja dan tingginya angka pengangguran terdidik.
Kedua, perlu ada keberanian politik dan konsistensi kebijakan untuk mendorong sinergi antara dunia pendidikan dan dunia industri. Beragam kajian akademis menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan vokasi mensyaratkan kolaborasi yang erat dan saling menguntungkan antara pelaku usaha, pemerintah, dan lembaga pendidikan. Dunia industri tidak boleh hanya menjadi konsumen lulusan, melainkan harus turut serta dalam proses pembentukan kompetensi tenaga kerja sejak awal.
Ketiga, reformasi vokasi tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada ekosistem pendukung yang kuat—termasuk insentif fiskal bagi industri yang terlibat aktif dalam pendidikan, penguatan sertifikasi keterampilan yang kredibel, serta peningkatan kompetensi pengajar vokasi agar selaras dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia usaha.
Indonesia memiliki keunggulan demografi yang besar. Namun bonus demografi hanya akan menjadi keuntungan bagi bangsa apabila didukung oleh kualitas SDM yang relevan dengan arah pembangunan industri. Oleh karenanya, jika ingin menjadikan Indonesia sebagai kekuatan manufaktur di beberapa kawasan, maka investasi pada pendidikan vokasi harus menjadi prioritas strategis.
Vietnam telah membuktikan bahwa pendidikan vokasi yang progresif dan terintegrasi dengan industri mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, berkelanjutan, dan inklusif. Sudah saatnya Indonesia tidak sekadar belajar dari keberhasilan tersebut, tetapi mengadaptasinya dalam konteks lokal dengan keberanian melakukan reformasi menyeluruh di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan.
Semua elemen harus bersinergi dan berkomitmen untuk mendorong program strategis dalam membangun sistem vokasi yang menjawab tantangan industri masa kini dan masa depan. Karena tanpa tenaga kerja yang siap, tidak akan ada industri yang maju. Dan tanpa industri yang kuat, kita tidak akan bisa bersaing di panggung ekonomi global.
Halaman Selanjutnya
Pada tahun 2024, berdasarkan data yang dirilis Vietnam Ministry of Industry and Trade, bahwa total nilai ekspor Vietnam diperkirakan mencapai USD 405,53 miliar yang mencatatkan kenaikan sebesar 14,3% dibandingkan tahun sebelumnya, dimana sektor manufaktur dan pengolahan berkontribusi 70.2% dari total ekspor Vietnam. Disamping itu pada tahun yang sama investasi langsung asing (FDI (Foreign Direct Investment)) yang disalurkan mencapai sekitar US$25,35 miliar (terdapat peningkatan sebesar 9,4% dibandingkan pada tahun sebelumnya), dengan sektor manufaktur dan pengolahan menerima porsi terbesar . Hal ini tentu menunjukkan kepercayaan investor terhadap kualitas dan kesiapan tenaga kerja Vietnam.