Jakarta, VIVA – Penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti menjelaskan kegagalannya dalam menangkap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dan Harun Masiku ketika berada di Sekolah Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pada tanggal 8 Januari 2020, kata dia, setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada Wahyu Setiawan, Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina, penyidik mencoba mencari asal usul uang suap kepada Wahyu Setiawan.
Kemudian, penyidik menemukan dugaan indikasi uang suap berasal dari Hasto dan Harun untuk mengurus PAW DRP RI. Penyidik mendapatkan informasi bahwa keduanya berada di PTIK.
"Kemudian pada titik sekitar jam 20 kurang sekian menit, itu kurang lebih jam 20, kami dapat informasi posisinya ada di seputaran PTIK. Makanya, kami posisinya mengejar ke arah sana," ujar Rossa Purbo Bekti di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat, 9 Mei 2025.
Penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Rossa menyebut, tim penyidik yang tengah mengejar Hasto di PTIK bertemu dengan tim penyidik yang mencari keberadaan Harun Masiku. Kedua titiknya mengarah pada lokasi yang sama.
Kemudian, Penyidik KPK diduga mulai menemukan kebuntuan di PTIK mencari Hasto dan Harun Masiku. Penyidik akhirnya melangsungkan Salat Isya.
Setelah salat, penyidik KPK langsung dihampiri sekelompok orang. Mereka menginterograsi penyidik KPK, salah satunya Rossa Purbo Bekti.
"Yang tadi akhirnya terhalang ketika salat, itu tadi yang mengalangi siapa yang saudara maksud itu?," kata hakim ketua, Rios Rahmanto.
"Padat saat itu, kami diamankan oleh beberapa orang yang salah satunya saya kenal karena merupakan mantan Penyidik KPK dulu, waktu itu pangkatnya AKBP namanya bang Hendy Kurniawan," jawab Rossa.
Rossa bersama tim penyidik sudah menyampaikan kepada Hendy Kurniawan, bahwa tengah bertugas hingga datang ke PTIK.
"Kapasitas mereka itu sebagai apa? Apakah memang penjaga di situ atau sedang bertugas atau gimana?," tanya hakim.
"Bukan, bukan sebagai petugas PTIK dan penjaga PTIK," kata Rossa.
“Enggak tau saksi?," kata hakim.
"Saya tidak mengetahui pada saat itu," sebut Rossa.
"Bukan petugas PTIK-nya?," tanya hakim.
"Karena yang bersangkutan menggunakan pakaian preman," kata Rossa.
Rossa bersama tim penyidik pun ditahan oleh Hendy Kurniawan dan jajarannya sampai pukul 05.00 WIB pagi.
Di sisi lain, Rossa juga menceritakan bahwa Satgas yang mengurus perkara Harun Masiku tiba-tiba diganti. Pergantian Satgas Penyidik terjadi ketika Pimpinan KPK periode 2019-2024, memilih mengumumkan perkara suap PAW DPR ke publik sebelum menangkap Hasto dan Harun Masiku.
"Kemudian sudah diekspos nih oleh KPK, yang menurut saksi salah satunya penasihat hukum sekarang. Nah kemudian keesokan harinya berapa hari kemudian kan sudah ada indikasi terhadap terdakwa nih ada keterlibatan, terus apa tindakan saksi sebagai tim dari KPK?," kata hakim
"Setelah ekspose itu satgas saya dikeluarkan majelis," ucap Rossa.
"Diganti?," kata hakim.
"Diganti," ucap Rossa.
"Menjadi?," tanya hakim.
"Satgas yang baru," kata Rossa.
"Untuk?," kata hakim.
"Untuk menangani perkara itu," jawab Rossa.
"Termasuk untuk terdakwa?," kata hakim.
"Pada saat itu terdakwa statusnya belum naik tersangka, masih saksi," jelas Rossa.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW), calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024, Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Halaman Selanjutnya
Setelah salat, penyidik KPK langsung dihampiri sekelompok orang. Mereka menginterograsi penyidik KPK, salah satunya Rossa Purbo Bekti.