Jakarta, VIVA - Mahkamah Agung merespon tanggapan dari politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Guntur Romli yang menyinggung hakim Djuyamto atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus suap putusan vonis lepas korupsi ekspor crude palm oil (CPO) perihal intervensi.
Hakim Djuyamto diketahui merupakan hakim tunggal yang mengadili sidang praperadilan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Juru bicara Mahkamah Agung, Yanto, menilai apabila dirinya yang menjawab hal tersebut menjadi tidak objektif.
“Kalau yang jawab saya tidak objektif,” ujar Yanto saat menjawab pertanyaan awak med5 dalam konferensi pers di Mahkamah Agung, Senin, 14 April 2025.
Hakim Djuyamto Putuskan Gugatan Praperadilan Hasto Kristiyanto Ditolak
Photo :
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Oleh karenanya, Yanto kemudian meminta kepada awak media untuk menanyakannya langsung kepada sang pengadil dalam sidang praperadilan itu, yakni Hakim Djuyamto.
“Nah ditanya saja, “Pak Dju betul tidak ada intervensi?’. Bentuknya seperti apa? Seperti itu ya. Kalau yang jawab kita, nanti tidak objektif. Tanya saja yang mengadili,” ucap Yanto.
Sebelumnya diberitakan, Juru bicara PDI Perjuangan (PDIP), Mohamad Guntur Romli menyinggung soal tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah.
Salah satunya yaitu Ketua Majelis Hakim Pengadilan (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto. Ia juga berperan hakim tunggal praperadilan yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Guntur mengaku pernah mendengar informasi bahwa tiga hakim yang kini ditetapkan sebagai tersangka termasuk ke dalam jaringan pengurusan perkara pengadilan.
“Informasi dugaan ini pernah saya sampaikan secara terbuka 18 Maret 2025 di sebuah acara televisi dan melalui akun X saya @GunRomli jauh sebelum Djuyamto ditangkap bersama Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Saya juga memperoleh informasi bahwa Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta dan hakim MA bernisial Y ini memiliki jaringan pengurusan perkara di pengadilan,” kata Guntur dalam keterangan resminya, Senin, 14 April 2025.
Guntur mengaku prihatin melihat hakim yang tidak memiliki integritas. Ia lalu menyinggung soal kasus Hasto yang terkesan dipaksakan.
“Kami sendiri cemas melihat integritas hakim dan pengadilan melalui kasus Djuyamto ini, apalagi saat ini Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang menghadapi proses pengadilan dengan kasus yang dipaksakan dan tuduhan yang didaur-ulang,” ujar dia.
Ia menilai Hasto bukan sebagai pejabat negara. Namun, Hasto dituduh oleh KPK dengan nilai Rp 600 Juta. Guntur membandingkan dengan nilai suap yang diterima oleh Djuyamto Cs.
Maka itu, Guntur menyebut Hasto menjadi salah satu korban politisisasi yang direkayasa sebagai ‘politik balas dendam’.
“Dalam perkara ini jauh di bawah suap yang diterima Djuyamto dan aturan bahwa KPK harusnya mengurusi perkara di atas 1 miliar, serta uang itu pun dari Harun Masiku bukan dari Mas Hasto. Karena itu kami sebut Hasto adalah tahanan politik. Kasus ini bentuk nyata dari kriminalisasi dan politisasi kasus yang sudah direkayasa sebagai balas dendam politik melalui ‘tangan-tangan tersembunyi’ di lembaga peradilan dengan bukti kasus Djuyamto,” kata dia.
Halaman Selanjutnya
Guntur mengaku pernah mendengar informasi bahwa tiga hakim yang kini ditetapkan sebagai tersangka termasuk ke dalam jaringan pengurusan perkara pengadilan.